Cerpen Abdullah Azzam
(Disclaimer: Redaksi NGEWIYAK tidak mengubah/mengedit isi naskah lomba) |
Dr. Arsenio, seorang ilmuwan dengan reputasi yang tak perlu diragukan lagi, tiba di desa pesisir terpencil itu dengan koper penuh peralatan canggih dan segudang keraguan. Desa itu, yang terletak di ujung barat daya Pulau Jawa, terkenal dengan legenda ‘pagar laut bercahaya,’ sebuah kisah yang diwariskan dari generasi ke generasi. Konon, pagar tak kasat mata itu akan muncul dan bersinar terang saat bahaya mengancam dari laut.
"Mitos belaka," gumam Dr. Arsenio, sambil menatap laut yang tenang. Ia adalah seorang penganut sains sejati, yang selalu mencari penjelasan logis untuk setiap fenomena. Menurutnya legenda hanyalah cerita rakyat yang dibesar-besarkan, tidak lebih.
Setelah beristirahat sejenak, tanpa membuang waktu ia segera memulai penelitiannya, mengukur gelombang, menganalisis komposisi air laut, dan mencatat setiap detail kecil yang mungkin dapat membantu. Ia mewawancarai penduduk desa, mencatat kisah-kisah mereka tentang pagar laut yang menyelamatkan mereka dari badai dahsyat dan gelombang pasang yang mematikan. Namun, di matanya, semua itu hanyalah interpretasi berlebihan dari peristiwa alam biasa.
Hari-hari berlalu, dan Dr. Arsenio tidak menemukan bukti apa pun tentang keberadaan pagar laut. Ia mulai merasa frustrasi, tetapi juga semakin bertekad untuk membuktikan bahwa legenda itu palsu. Suatu malam, saat ia sedang duduk di beranda penginapan, seorang nelayan tua bernama Pak Usman mendekatinya.
"Anda mencari pagar laut, Doktor?" tanya Pak Usman dengan suara serak.
"Ya, tetapi saya belum menemukan apa pun." Jawab Dr. Arsenio tersenyum kecut.
"Pagar laut tidak bisa dilihat dengan mata biasa, Ia hanya muncul saat dibutuhkan." Jelas Pak Usman.
Dr. Arsenio mendengus. "Itu hanyalah sebuah dongeng Pak Usman. Tidak ada yang namanya pagar gaib."
Pak Usman tersenyum tipis. "Anda terlalu terpaku pada sains, Doktor. Ada beberapa hal di dunia ini yang tidak bisa dijelaskan dengan logika."
Dr. Arsion tertegun mendengar itu, percakapan itu membuat Dr. Arsenio semakin penasaran. Untuk menuntaskan rasa penasaran tersebut Ia memutuskan untuk memperluas penelitiannya, menjelajahi setiap sudut pantai, bahkan menyelam ke dasar laut. Ia memasang sensor-sensor canggih untuk mendeteksi anomali apa pun, tetapi hasilnya tetap nihil.
Suatu sore, saat Dr. Arsenio sedang berada di tengah laut dengan perahunya, tiba-tiba langit menjadi gelap. Angin bertiup kencang, dan ombak mulai membesar. Ia melihat ke arah pantai, dan penduduk desa berlarian ke tempat yang lebih tinggi. "Tsunami!" teriak mereka.
Dr. Arsenio terkejut. Ia tahu bahwa tsunami bisa datang kapan saja, tetapi ia tidak pernah menyangka akan mengalaminya sendiri. Ia mencoba menyalakan mesin perahunya, tetapi ombak yang besar membuatnya sulit dikendalikan.
“Dasar kapal tua,” pekik Dr. Arsenio hampir menangis saat gelombang besar itu mulai mendekat kearahnya.
Saat sedang dalam kepanikan tiba-tiba ia melihat sesuatu yang aneh di depan matanya. Garis cahaya terang muncul dari dalam air, membentang sepanjang pantai. Pagar laut itu nyata! Cahaya itu berdenyut, seolah memberi peringatan, dan gelombang tsunami yang besar menabraknya, pecah menjadi riak-riak kecil yang tidak berbahaya.
Dr. Arsenio tertegun. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Peralatannya tidak mendeteksi apa pun, tetapi matanya tidak bisa berbohong. Ia menyaksikan pagar laut itu meredup setelah tsunami berlalu.
Ia kembali ke pantai dengan perasaan campur aduk. Ia bingung, takjub, dan sedikit takut. Ia menyadari bahwa ada hal-hal di dunia ini yang tidak bisa dijelaskan dengan sains. Ada kekuatan alam yang lebih besar dari yang ia bayangkan.
“Anda baik-baik saja doktor.” Tanya Pak Usman, terlihat jelas raut kekhawatiran pada wajah keriputnya.
“Alhamdulillah,” gumam Dr. Arsenio pelan sambil memejamkan matanya.
“Syukurlah.”Ucap Pak Usman mengulas senyum“Jadi, Anda sudah melihatnya Doktor?" lanjutnya.
Dr. Arsenio mengangguk. "Ya, saya melihatnya. Tapi saya tidak mengerti. Bagaimana mungkin?"
"Pagar laut adalah bagian dari alam," kata Pak Usman. "Ia adalah penjaga desa kami, yang muncul saat kami dalam bahaya."
Dr. Arsenio terdiam. Ia merasa seperti seorang anak kecil yang baru saja menemukan dunia baru. Ia menyadari bahwa selama ini ia terlalu sombong, terlalu yakin dengan pengetahuannya. Ia telah mengabaikan kearifan lokal, pengetahuan yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Sejak hari itu, perlahan Dr. Arsenio berubah. Ia tidak lagi skeptis terhadap legenda dan mitos. Ia belajar menghargai kearifan lokal, pengetahuan yang diwariskan dari generasi ke generasi. Ia tahu bahwa sains dan mitos bisa berjalan beriringan, saling melengkapi.
Ia melanjutkan penelitiannya, tetapi dengan pendekatan yang berbeda. Ia tidak lagi hanya mengandalkan peralatan canggih, tetapi juga mendengarkan cerita-cerita penduduk desa, mempelajari tradisi dan kepercayaan mereka. Ia mencoba memahami bagaimana pagar laut bekerja, bukan hanya dari sudut pandang ilmiah, tetapi juga dari sudut pandang spiritual.
Ia menemukan bahwa pagar laut bukan hanya fenomena alam, tetapi juga bagian dari budaya desa itu. Ia adalah simbol harapan, perlindungan, dan hubungan harmonis antara manusia dan alam. Ia adalah bukti bahwa alam memiliki cara sendiri untuk menjaga keseimbangan.
Dengan bantuan pak usman Dr. Arsenio mulai menggali lebih dalam tentang legenda pagar laut. Ia menemukan bahwa pagar laut terbuat dari mineral langka yang hanya ditemukan didasar laut sekitar desa tersebut. Mineral itu memiliki sifat unik yang dapat memanipulasi gelombang laut dan mendeteksi getaran seismik.
Legenda desa itu bercerita bahwa mineral itu berasal dari bintang jatuh ribuan tahun yang lalu. Bintang itu jatuh ke laut dan mineralnya menyebar disekitar pantai, membentuk pagar pelindung. Warga desa percaya bahwa pagar laut tersebut adalah hadiah dari dewa laut, yang melindungi mereka dari bencana.
Dr. Arsenio kembali ke kota dengan membawa cerita tentang pagar laut bercahaya, bukan sebagai legenda, tetapi sebagai keajaiban alam yang nyata. Ia menceritakan pengalamannya kepada rekan-rekannya ilmuannya, mengajak mereka untuk membuka diri terhadap pengetahuan yang lebih luas, tidak hanya terbatas pada sains modern. Ia menekankan betapa pentingnya menghargai kearifan lokal dan belajar dari masyarakat adat yang hidup selaras dengan alam. Akan tetapi saat sedang menceritakan penemuannya, salah satu rekannya berkata….
“Kau tidak berniat untuk mengambil mineral itu?” ucap Dr. Adi salah satu rekannya.
“Kita akan menjadi kaya jika menjual itu semua.” Tambahnya dengan seringai tipis.
“Aku tidak sejahat itu untuk mempertaruhkan nyawa para penduduk desa itu, kau tahukan desa itu sangat rentan terkena bencana” jawab Dr. Arsenio.
“Ohh ayolah kita bisa membangunkan pagar laut yang baru sebagai gantinya,” kata Dr. Adi tetap keras kepala.
“Aku tidak mau, itu dapat menghambat pekerjaan para nelayan disana,” jawab Dr. Arsenio mulai geram.
“Dan kau. jangan coba-coba untuk mengambilnya,” lanjut Dr. Arsenio penuh penekanan sambil menatap tajam Dr. Adi.
“Ha-ha-ha memang apa yang akan kau lakukan jika aku mengambilnya.” Tanya Dr. Adi dengan suara tawa yang terdengar angkuh.
“Aku akan membunuhmu.” Sahut Dr. Arsenio yang kemudian pergi meninggalkan Dr. Adi sendirian.
Sementara Dr. Adi hanya bisa tersenyum, merasa kalau ucapan Dr. Arsenio tadi hanya bualan saja, iapun mulai menyusun strategi untuk mencuri mineral-mineral yang berharga itu.