Saturday, March 15, 2025

Cerpen Lomba - Abiyyu Harist - Dendy dan Pagar Laut

 


Suatu hari di sebuah pesisir pantai terdapat pantai yang sangat indah dan menawan yaitu Pantai Tanjung Pasir.Filosofi Pantai Tanjung Pasir dapat dilihat dari berbagai perspektif yang mengandung makna mendalam, baik dari sisi lingkungan, budaya, maupun kehidupan manusia. Berikut adalah beberapa aspek filosofis yang dapat diambil dari Pantai Tanjung Pasir:

 

 Pantai Tanjung Pasir sering kali dikelilingi oleh keindahan alam, laut yang tenang, pasir putih, dan pepohonan yang rindang. Filosofi di balik alam yang harmonis ini adalah pentingnya menjalin hubungan yang baik antara manusia dan lingkungan. Alam yang bersih dan terjaga mencerminkan hidup yang berkelanjutan, di mana manusia harus menjaga kelestarian alam demi generasi mendatang. Seperti halnya pantai yang bisa menjadi tempat rekreasi dan relaksasi, kita juga perlu menjaga keseimbangan dalam hidup.

  

 Cerita tentang pagar laut ini menjadi buah bibir di kalangan anak-anak. Mereka bercerita bahwa konon ada seorang penjaga pagar yang akan muncul saat bahaya mengancam. Suatu ketika, ketika badai besar melanda, anak-anak melihat sosok misterius berdiri di samping pagar, mengawasi lautan dengan tatapan tajam. Mereka berlari pulang ketakutan, dan orang tua mereka hanya bisa tersenyum, menganggapnya hanya khayalan anak-anak.

  

Suatu hari terdapat seorang anak yang muda walaupun usia pun masih muda sekitar 14 tahun banget yaitu bernama Dendy Supardi biasanya dipanggil Dendy.Dia tinggal  di sekitar pesisir tanjungIa sering banget bermain di atas batu besar dan memandang laut,membayangkan petualangan yang bisa dia lakukan jika dia berani melangkah lebih jauh.Dendy pun suka merasa terhubung dunia di seberang dan mempunyai penuh keajaiban.

 

 Di balik pagar laut itu, ada sebuah tempat yang indah dan tak terduga. Pasirnya lebih putih dan lembut, bahkan sampai ada terumbu karang, airnya berwarna biru cerah, dan ada banyak ikan berwarna-warni melompat-lompat di permukaannya. Namun Saat kemudian Dendy pun merasa tidak sadar merasakan ada yang aneh dan seharusnya tidak terjadi saat itu

  

Tiba-tiba, dari celah-celah papan kayu, Dendy mendengar suara yang sangat gemuruh dan takut,lalu ada seseorang berkata“Anak muda, lihatlah ke laut. Badai sedang mendekat. Awas.” Suara itu terdengar lembut tapi tegas kata seseorang.

 

Dendy terkejut. “Benarkah itu suara pagar?” pikirnya. Namun, rasa takutnya membuatnya terdiam. Dalam sekejap, dia berdiri dan melihat jauh ke arah laut. Ombak mulai menggulung, dan gelap mulai menutupi cakrawala.

 

“Dendy!” teriak seorang nelayan berlari menuju arahnya. “Sebaiknya kau cepat pulang! Badai datang!”kata seorang yang teriak. Dan malam pun tiba Dendy terjaga dengan semangat. Ia tidak menghiraukan peringatan tentang konsekuensi. Baginya, kesempatan ini begitu berharga. Sesaat setelah matahari tenggelam, ia pergi ke pantai, mengikuti suara ombak yang menghanyutkan harapannya.

 

Dengan keberanian yang membara, ia melangkah ke air. Ketika kakinya menyentuh gelombang, cahaya keemasan mulai memancar dari kedalaman laut. Dendy tidak ragu. Ia melanjutkan langkahnya, dan tiba-tiba, dunia sekitar berubah. Ia berdiri di sebuah pulau yang berbeda, dikelilingi oleh warna-warni yang tak pernah dilihatnya sebelumnya.

 

Dengan memberanikan diri, Dendy melangkah melewati celah pagar. Dalam sekejap, dunia di sekitarnya berubah. Animo yang cerah dan tenang seketika tergantikan oleh cahaya warna-warni yang berkilau dan suara alunan musik lembut. Dia berada di sebuah dunia yang tidak pernah dia impikan sebelumnya. Tanahnya berwarna perak, dan pepohonan tampak seolah terbuat dari kristal.

 

Di tengah keindahan itu, Dendy melihat sosok-sosok makhluk yang sangat aneh yang sepertinya penduduk sekitar tempat tinggal Dendy. Mereka memiliki penampilan yang memukau dan ramah, dengan senyuman yang hangat. “Selamat datang di dunia Alam Fantasi!” mereka menyambut.

 

Dendy merasa terpesona. Dia diajak berkeliling dan diperkenalkan dengan berbagai keajaiban. Ada bunga-bunga yang bisa bernyanyi, sungai yang mengalirkan air berwarna pelangi, dan burung-burung yang dapat berbicara. Setiap momen di dunia ini terasa seperti mimpi yang menjadi kenyataan.

 

Namun, seiring berjalannya waktu, Dendy pun tiba tiba  merasa ada sesuatu yang hilang. Semua keajaiban ini sangat menyenangkan, tetapi dia juga merindukan rumahnya—desanya, keluarganya, dan sahabat-sahabatnya. Meski dunia ini indah, hatinya tetap merindukan tempat yang ia sebut rumah.

 

Saat Dendy sedang duduk di tepi sungai pelangi, seorang makhluk kecil dengan sayap berwarna cerah mendekatinya. “Kau terlihat bingung,” katanya. “Apakah ada yang salah?”

 

“Aku senang ada di sini, tapi aku juga merindukan rumahku,” jawab Dendy

 

Makhluk kecil itu tersenyum bijaksana. “Kau punya dua pilihan, Annisa. Kecantikan dunia ini mungkin bisa memikatmu, tetapi tidak ada tempat yang lebih berharga daripada rumahmu. Jika kau ingin pulang, kau harus mencari Jalan Kembali.”

 

“Di mana aku bisa menemukannya?” tanya Dendy sendang mengangguk.

 

“Kau harus menemui Penjaga Alam, yang mengetahui bagaimana cara kembali. Dia tinggal di puncak Gunung Harapan, tapi jalannya tidaklah mudah. Banyak rintangan yang harus kau hadapi,” makhluk itu menjelaskan.

 

Dengan cara Dendy pun lalu bersiap siap untuk perjalanan menuju Gunung Harapan. Dia melewati lembah-lembah, melawan arus sungai, dan menantang angin yang kencang. Setiap langkah memberikan tantangan, tetapi keinginannya untuk pulang membantunya melewati semua rintangan yang memakan waktu tempuh sangat lama.

 

Akhirnya, setelah perjalanan yang panjang dan melelahkan, Dendy tiba di puncak Gunung Harapan. Di sana, dia menemukan Penjaga Alam, seorang sosok yang bijaksana dengan wajah penuh keriput. “Selamat datang, Annisa. Apa yang membawamu ke sini?” ia bertanya.

 

“Aku ingin pulang,” jawab Dendy dengan sangat tegas. “Aku merindukan rumahku dan orang-orang yang kucintai.”

 

Penjaga Alam tersenyum. “Keputusan itu datang dari hatimu. Setiap orang memiliki tempat yang harus mereka tuju. Untuk kembali, kau harus berjanji akan menghargai semua yang telah kau pelajari di sini dan membagikannya kepada orang lain.”

 

Dendy mengangguk, berjanji dalam hati. “Aku akan menghargai setiap pelajaran,” katanya dengan penuh rasa percaya diri.

 

Dengan itu, Penjaga Alam mengangkat tongkatnya, dan sebuah cahaya terang muncul. “Sekarang, kau bisa kembali ke dunia asalmu.”

 

Dalam sekejap, tiba tiba Dendy merasakan angin berhembus kencang, dan saat dia membuka matanya, dia telah kembali di depan pagar laut tua. Ia merasa lega dan bahagia, tetapi juga membawa kenangan indah dari dunia yang telah dia jelajahi.Dalam sekejap, Annisa merasakan angin berhembus kencang, dan saat dia membuka matanya, dia telah kembali di depan pagar laut tua. Ia merasa lega dan bahagia, tetapi juga membawa kenangan indah dari dunia yang telah dia jelajahi.

 

Kembali di desa, Dendy pun merasa lebih bijaksana daripada sebelumnya. Dia memberitahu orang-orang tentang pengalamannya, tentang pentingnya keberanian dan rumah yang sejati. Dia mengajarkan anak-anak desa untuk tidak takut menjelajahi dunia, tetapi juga untuk mencintai dan menghargai tempat di mana mereka berasal.

 

Sejak hari itu, pagar laut bukan hanya sekadar pagar tua yang terbuat dari kayu. Ia menjadi simbol keberanian bagi Dendy dan desa. Orang-orang kini tidak hanya melihat pagar sebagai batasan, tetapi juga sebagai jembatan menuju petualangan dan penemuan diri. Annisa tahu, di dalam hatinya, bahwa setiap orang punya jalan mereka sendiri, dan kadang-kadang, kita harus melangkahi batas untuk menemukan apa yang benar-benar berarti.

 

Dengan senyuman di wajahnya, Dendy segera meneruskan hidupnya, menyebarkan keindahan cerita, dan terus menjelajahi apa yang dunia tawarkan—baik di luar pagar, maupun di dalam hati.