Saturday, March 15, 2025

Cerpen Lomba | Ameerul Ishlah Muizabby | Sang Penjaga Laut, Kisah Pagar yang Tak Terlihat

Cerpen Ameerul Ishlah Muizabby



(Disclaimer: Redaksi NGEWIYAK tidak mengubah/mengedit isi naskah lomba)  |


PERMULAAN


Di pesisir yang tenang itu, di mana laut bertemu langit, ada sebuah kisah yang tak banyak orang tahu. Sebuah kisah tentang perjuangan seorang anak nelayan, yang hidupnya bergantung pada arus dan riak laut. Nama anak itu adalah Riko, seorang pemuda yang tiap hari melaut bersama ayahnya, menangkap ikan untuk kehidupan mereka yang sederhana. Namun, belakangan, hidupnya berubah karena sebuah hal yang disebut "pagar laut."


Orang-orang di sekitar pesisir mulai berbicara tentang pagar laut yang tampaknya muncul begitu saja, seperti pembatas yang tak terlihat, menghalangi jalur tradisional nelayan. Bagi Riko, ini adalah kabar buruk. Laut yang dulu luas kini dipersempit oleh struktur yang disebut-sebut sebagai 'pagar laut.' Bukan pagar yang bisa dilihat dengan mata telanjang, melainkan semacam kebijakan yang mengatur wilayah laut yang seharusnya bebas, namun kini dibatasi.


Riko ingat betul, suatu hari ketika sedang merakit jaringnya bersama ayah, mereka mendengar percakapan yang mengundang kecurigaan. “Pagar laut ini, Riko, bukan untuk melindungi kita,” kata ayahnya dengan nada serius. “Tapi, pagar ini mengurung hidup kita.”


Riko mengernyitkan dahi. Ia belum sepenuhnya mengerti apa yang dimaksud ayahnya, hingga ia mendengar cerita lebih lanjut dari para nelayan tua yang sering berkumpul di warung kopi dekat dermaga. Mereka bercerita tentang siapa yang berada di balik pembatas itu, dan betapa berbahayanya pagar laut ini bagi kehidupan mereka.


“Jangan salah,” kata Pak Hasan, seorang nelayan senior yang sudah berpuluh tahun berlayar, sambil menyeruput kopi hitamnya. “Pagar laut ini dibuat oleh orang-orang yang ingin menguasai lebih banyak tanah. Mereka bukan peduli dengan nelayan, mereka peduli dengan uang dan kekuasaan.”


Riko mendengarkan dengan penuh perhatian. Pak Hasan melanjutkan ceritanya, “Kabarnya, ada seorang kepala desa—Kohod, nama yang mereka sebutkan. Dia terlibat dalam pemalsuan sertifikat tanah, termasuk di wilayah pesisir ini. Itu yang membuat pagar laut ini terpasang. Mereka mengklaim ini sebagai proyek pengelolaan laut, tetapi yang sebenarnya adalah pemanfaatan lahan untuk kepentingan pribadi.”


“Lalu, bagaimana nasib kita?” tanya Riko, hatinya terasa berat.

 

Pak Hasan menggelengkan kepala, “Kita terjepit, Riko. Nelayan kecil seperti kita, yang tak punya kuasa, harus menelan pil pahit ini. Pagar laut itu mengganggu jalur pelayaran kita, tempat kita mencari nafkah. Semua itu hanya demi kepentingan segelintir orang yang menyalahgunakan kekuasaan.”


Riko merasa marah, kesal. Ia tak bisa membayangkan jika kehidupan orang tuanya dan nelayan lainnya harus terhambat hanya karena tindakan segelintir orang yang rakus. “Siapa mereka yang berani merusak hidup kami?” pikirnya.


Ternyata, para nelayan di pesisir sudah lama mencurigai adanya pihak yang dengan sengaja memanipulasi situasi demi keuntungan pribadi. Berita terkini pun akhirnya membongkar siapa saja yang terlibat. Tiga orang tersangka, termasuk kepala desa Kohod, telah ditahan karena pemalsuan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) untuk tanah di sekitar kawasan laut. Ternyata, inilah dalang di balik proyek "pagar laut" yang mulai menggerogoti kehidupan nelayan di daerah tersebut.


Riko merasa ada sedikit harapan, meskipun perasaan marah dan kecewa masih menghantuinya. Dia berharap, suatu saat, kebenaran akan terungkap dan kehidupan nelayan akan kembali seperti semula, bebas di laut yang luas. Namun, ia juga sadar bahwa perjuangan untuk membebaskan laut dari pagar yang tak terlihat ini bukanlah hal yang mudah.


Riko pun bertekad, untuk tidak hanya menjadi nelayan yang mencari ikan, tetapi juga seorang penjaga laut—seorang penjaga yang akan berjuang untuk hak-hak nelayan dan mengembalikan kebebasan laut yang selama ini telah diambil secara diam-diam.


PERJUANGAN YANG DIMULAI


Dengan percakapan bersama Pak Hasan, Riko merasa tergerak untuk mencari tahu lebih lanjut tentang siapa yang terlibat dalam pembatasan laut tersebut. Dia tidak membiarkan ayah dan nelayan lainnya hidup dalam keadaan tidak pasti. Beberapa hari kemudian, dia mulai mencari informasi dari koran dan percakapan di warung kopi.


Ada rumor tentang orang-orang yang menyembunyikan fakta bahwa mereka membeli lahan di sekitar pantai dan sudah merencanakannya sejak jauh sebelumnya.” Suatu sore setelah bekerja, Riko pergi ke kantin nelayan dan bertemu dengan teman ayahnya, Pak Arman. Pak Arman adalah seorang pegawai kantor desa dan nelayan senior yang memiliki memori yang jernih, meskipun berumur.

 

Riko memutuskan untuk bertanya langsung padanya tentang kasus ini. “Pak Arman, apa benar kepala desa di Kohod ada kaitannya dengan pembuatan pagar laut?” tanya Riko dengan hati-hati. Pak Arman melihatnya dengan tidak pasti seakan enggan bicara. Pak Arman memutuskan untuk merincikan informasi “Riko, Kohod bukan orang yang baik. Dia bersikap ramah dan simpatis di luar, tetapi justru dibalik itu terdapat banyak urusan pribadi yang melibatkan uang dan politik. Ada beberapa kontraktor besar yang membayar uang suap agar diberikan hak atas tanah di pesisir ini.” Riko terkejut dengan apa yang ia dengar. “Jadi, ini hanyalah seputar uang dan kekuasaan?” tanya Riko. Pak Arman mengerti dan menjawab “Ya, lebih buruk, mereka merusak aku dan kamu bukan hanya laut. Mereka berdalih bahwa pagar ini untuk lingkungan dan untuk melindunginya, padahal nyatanya mereka berinvestasi lebih banyak tanah untuk hotel, resort, dan bangunan lainnya” seraya ia tersenyum dengan sedih.


Riko kembali terdiam. Ia marah, tapi juga takut. Tak ada seorang pun yang bisa melawan orang-orang berkuasa itu, apalagi seorang nelayan muda. Tapi tiba-tiba, sesuatu mulai berubah dalam dirinya. Saat ia tiba di rumah, ia duduk pada ayahnya dan menceritakan padanya apa yang baru saja ia pelajari.

Ayahnya mendengarkan dengan seksama, lalu ia menghela napas. “Ayah sudah tua. Perjuangan ini bukan hanya milik kita, Riko, tapi juga generasi kami dan anak cucu kita. Aku takut, kita tak bisa melawan mereka, tetapi kita juga tidak boleh membuat mereka menang. kita akan kehilangan kehidupan kami, tapi anak-anak kami. cucu-cucu kita, anak-anak kita yang akan datang. Aku takut, anakku, tapi aku juga berjuang ”. Riko tahu apa yang harus dilakukannya. Dan jika mereka ingin menang, mereka harus melakukannya bersama. Jadi dia mulai berkaitan dengan nelayan lain dan memberi tahu mereka tentang bahaya pagar laut dan bagaimana mereka bisa melawannya juga.


Riko menyadari bahwa para nelayan kecil mungkin tidak punya uang atau kekuatan, tapi mereka punya satu kekuatan yang tidak bisa dimiliki orang-orang yang peduli. Dan bersama beberapa nelayan tua, mereka sependapat untuk berkumpul. Mereka akhirnya memutuskan bahwa kepala desa Kohod harus mendengarkan. Mereka mengajukan petisi, mereka mengatur demonstrasi, mereka mengumpulkan bukti bahwa semuanya adalah proyek berkedok persekongkolan untuk merampas tanah.


Dan pada puncak semua itu, beberapa bulan setelah perjuangan panjang berakhir, penegak hukum akhirnya memutuskan untuk memulai penyelidikan, yang akhirnya mengakibatkan lebih banyak orang yang terlibat pada korupsi dan pemalsuan pemusatan tanah.


Ketua desa Kohod bersama beberapa pengusaha yang bekerja sama dengannya akhirnya diadakan sidang pengadilan karena salah dalam berpikir dan pengakuan atas berbagai kasus yang

 

mempengaruhi banyak orang. Tetapi ketika hukum itu terpenuhi, Riko tahu itu tidak selesai. Laut yang memberikan mereka semua itu perlu diawasi. Di mana banyak proyek lain yang akan membahayakan tempat tinggal mereka.


Ketika Pemerintah mulai mengumumkan lebih banyak rencana selanjutnya, Riko bersamaan menjadi terdepan, dan tetap menjadi mimbar utama yang memberitahu mereka untuk bersikap adil bagi nelayan kecil dan kegiatan laut yang terus dikerjakan. Pada saat kemenangan tercapai itu, Riko juga merasa kedalaman yang luar biasa yang telah ada dalam dirinya. Dari seorang anak muda paling hanya mengerti pagar laut, ia akhirnya menjadi seorang nelayan yang mempertahankan tempat tinggal untuk para nelayan.


Di bawah langit yang cerah dan terbuka tersebut, ia mengetahui bahwa hidup mereka tidak bergantung pada banyak langit melainkan pada kalian bahwa untuk melawan ketidakadilan yang menyebabkan cacat tersebut. Dan karenanya setiap kali dia melaut, Riko merasa bahwa itu lebih banyak sekedar perjalanan usahanya; ia memerlukan bahwa laut adalah bagian darinya, dan dia adalah penjaga yang akan mempertahankannya.