Saturday, March 15, 2025

Cerpen Lomba | Bamby Cahyadi | Permintaan Anak Kepada Ayahanya

 

 

            Suatu malam di bulan April 2024, dua anak muda berjalan menuju ke tempat hiburan malam di kawasan Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2), sebut saja tempat hiburan malam itu HW. Dua anak muda itu masing-masing datang sendiri. Yang seorang, anak muda ganteng berwajah khas Chindo, bertubuh tinggi atletis, mahasiswa tahun pertama di sebuah perguruan tinggi ternama di Jakarta Utara, berusia 19 tahun. Itulah Rolan Danur. Satunya lagi seorang gadis cantik berwajah eksotik, langsing, lincah dan enerjik. Namanya Dona Sefa, berusia 18 tahun.

            HW adalah tempat berkumpulnya anak-anak orang kaya di kawasan perumahan mewah PIK 2 dan sekitarnya, baik anak-anak remaja murid sekolah-sekolah esklusif di Pantai Indah Kapuk (PIK 1 dan PIK 2), maupun para mahasiswa yang kuliah di perguruan tinggi swasta elite di Jakarta dan Tangerang. Pokoknya HW adalah tempat paling skena untuk anak-anak muda seusia Rolan Danur dan Dona Sefa.

            Rolan Danur pun biasa menghibur diri di tempat hiburan malam seperti HW itu. Dona Sefa sebetulnya baru kali kedua menginjak kakinya di HW PIK, ia lebih sering mencari hiburan malam di pusat kota Jakarta seperti di kawasan SCBD. Dona Sefa pernah sekali diajak ke tempat hiburan malam HW oleh pacarnya, Rolan Danur. Dona Sefa ialah mahasiswi dari sebuah perguruan tinggi ternama di Jakarta Selatan.

            Malam itu, tanggal 20 April, Dona Sefa baru saja pulang dari perjalanan wisata keluar kota bersama keluarganya. Malamnya ia berkunjung ke HW PIK 2. Ia datang ke HW mencari Rolan Danur walaupun tidak berjanjian sebelumnya. Dijumpainya Rolan Danur sedang duduk bersama beberapa temannya di teras tempat merokok. Dona Sefa pun ikut bergabung dan berusaha mengobrol dengan Rolan Danur, tapi lelaki muda itu tidak memedulikannya. Bahkan kemudian Rolan Danur bangkit dari tempat duduknya dan meninggalkan teras merokok itu.

            Tidak berapa lama Dona Sefa juga meninggalkan tempat itu dan kembali mencari Rolan Danur. Dona Sefa melihat Rolan Danur sedang berdiri sendirian di belakang bar. Sesaat kemudian Dona Sefa menghampiri Rolan Danur.

            Mereka lantas tampak berbicara. Dona Sefa sepertinya mengajak Rolan Danur ke suatu tempat. Tapi tampaknya Rolan Danur menolak ajakan Dona Sefa. Namun Dona Sefa tetap memaksa dengan gigih dan tidak putus asa untuk mengajak Rolan Danur ke suatu tempat yang diinginkan oleh Dona Sefa. Sepanjang malam itu Dona Sefa tetap membuntuti Rolan Danur. Akhirnya pada pukul dua dini hari setelah HM mulai kosong, Rolan Danur pun bersedia pergi ke suatu tempat itu untuk berkencan dengan Dona Sefa.

            ”Selamat malam semua!” Teriak Dona Sefa melambaikan tangannya kepada beberapa teman Rolan Danur yang belum pulang. Berdua mereka meninggalkan HW yang mulai kehilangan gegap gempita.

            Keesokan harinya Dona Sefa tidak pernah pulang ke rumahnya. Ia pun tidak bisa dihubungi oleh orang tua dan teman-temannya.

            Dua jam setelah Dona Sefa dan Rolan Danur berkencan. Sejatinya Dona Sefa telah mati dicekik oleh Rolan Danur di sebuah kamar hotel mewah tidak jauh dari tempat hiburan malam HW. Sebuah bra dan sebuah celana dalam milik Dona Sefa melingkar di lehernya sendiri. Rok yang dikenakan Dona Sefa tersingkap sampai pinggang dengan kondisi hampir telanjang. 

            Delapan belas jam kemudian Rolan Danur dengan hati cemas, gelisah, dan panik telah selesai mengemas sebuah koper besar di dalam koper tersebut tubuh tak bernyawa Dona Sefa dijejal selayaknya pakaian penuh di dalam koper tersebut.

            ”Maafkan aku, Dona, aku tak sengaja membunuhmu,” lirih Rolan Danur sambil menyeret koper besar berisikan mayat itu ke mobilnya. 

            ”Aku tidak sengaja mencekik kamu, sayang,” imbuhnya setengah berbisik.

            Ya, ketika itu Rolan Danur dan Dona Sefa sedang bercumbu, Rolan Danur merasa Dona Sefa terlalu memaksa dan sangat agresif, perilaku bercumbu Dona Sefa justru menyakiti Rolan Danur. ”Kenapa kamu menarik-narik dan mencakar kelaminku?” Tanya Rolan Danur pada koper. ”Bukan aku yang salah,” kata Rolan Danur masih kepada koper.

***

Rolan Danur lahir di Singapura, ayahnya seorang pengusaha kelas kakap di negeri ini, ibunya seorang pengacara sukses merangkap bendahara umum sebuah partai politik di negeri ini. 

Ayah Rolan Danur meski sebagai pengusaha besar juga pemakai narkoba, ibunya yang pengacara berusaha menutupi perilaku suaminya itu serapat-rapat mungkin, walaupun ibunya Rolan Danur sering mendapatkan perlakuan KDRT dari ayahnya. KDRT yang dilakukan ayahnya terhadap ibunya sering dilihat oleh Rolan Danur kecil hingga kini. Bahkan ketika Rolan Danur masih SD, ia pernah ditampar dan ditendang oleh ayahnya, saat ayahnya mabuk berat akibat minuman beralkohol. Rolan Danur kecil ketika itu hanya bisa meringkuk di tempat tidur dan menangis sesenggukan menahan sakit.

Ibunya melihat Rolan Danur sangat kesakitan, sehingga ibunya berinisiatif membawa Rolan Danur ke klinik dokter pribadi mereka. Ketika diperiksa oleh dokter, ternyata tulang selangkang Rolan Danur patah!

Peristiwa itu membekas dalam benak Rolan Danur, menjadi semacam trauma akut yang bisa menjadi bom waktu yang bisa meledak kapan saja dan tentu membahayakan kehidupan Rolan Danur kelak.

Pernah pada suatu waktu ketika Rolan Danur masih SMP, seorang gadis teman sekelas Rolan Danur bercanda dengan berpura-pura memukul sisi kepala Rolan Danur. Reaksi Rolan Danur sungguh tak disangka dan mengagetkan. Rolan Danur menyambar tangan gadis teman sekelasnya itu lalu memutarnya dengan keras sehingga si gadis merasakan tangannya hampir remuk. Banyak teman-teman Rolan Danur yang telah merasakan kekerasan tingkah laku Rolan Danur. Saat SMA Rolan Danur lebih bisa mengontrol emosinya, hingga ia mengenal Dona Sefa.

***

            Dengan perasaan berkecamuk Rolan Danur menyeret koper besar berisikan tubuh Dona Sefa yang sudah tidak bernyawa lagi ke parkiran mobil. Koper itu lantas ia letakkan di bagasi mobilnya dibantu oleh seorang petugas kebersihan hotel.

            ”Berat sekali koper ini,” kata petugas kebersihan itu sambil mengangkat koper, ”Tapi isinya bukan manusia kan, Mas?” terlontar candaan dari petugas kebersihan hotel kepada Rolan Danur.

            ”Isinya mayat, Pak,” jawab Rolan Danur sambil tersenyum miris, ”Bukan pak, bukan mayat, saya bercanda,” lanjut Rolan Danur sembari tertawa yang dibuat-buat.

            Rolan Danur menaiki mobilnya dan memberikan uang tip yang cukup besar untuk petugas kebersihan hotel. Rolan Danur yang masih linglung dan bingung harus berbuat apa langsung tancap gas keluar dari parkiran hotel.

            Hari menjelang sore. Tanpa arah, akhirnya mobil Rolan Danur mengarah ke pesisir pantai. Ya, pesisir pantai itu terletak di suatu desa di sebuah kecamatan di Kabupaten Tangerang. Melihat pesisir pantai membentang di hadapannya, Rolan Danur menghentikan mobilnya. Setelah mesin mobil mati, lantas ia turun dari mobilnya.

            Sejenak Rolan Danur memandang pantai yang membentang di hadapannya. Malam pun tiba. Pantai menjadi gelap, hanya terlihat kerlap-kerlip kecil dari lampu perahu-perahu nelayan yang melaut malam itu. Rolan Danur menurunkan koper besar berisikan mayat Dona Sefa.

            Bersusah payah ia menyeret koper hingga ke bibir pantai. 

            Rolan Danur berniat membuang koper itu ke laut. Ia ingin membenamkan koper besar itu ke dasar lautan. Tentu agar koper bertambah berat, Rolan Danur harus menambah pemberat dalam koper. Ia lantas membuka koper berisikan mayat Dona Sefa yang tampak meyedihkan  dan mengenaskan itu, lalu dijejalkannya lagi koper dengan batu-batu besar. Setelah Rolan Danur merasa cukup, ia menutup kembali koper besar itu.

            Bersusah payah lagi Ronal Danur menyeret koper dari pinggir pantai ke tengah lautan. Merasa cukup jauh dari bibir pantai, ketika air laut telah mencapai batas lehernya, Ronal Danur berhenti, koper ia tinggalkan begitu saja dalam keadaan tenggelam.

            Rolan Danur kembali ke mobilnya. Ia ambil ponselnya lantas ia nyalakan. Ponselnya yang telah penuh dengan puluhan panggilan tak terjawab dan ratusan pesan WA dari teman-temannya, dari teman-teman Dona Sefa, serta tentunya dari orang tua Dona Sefa.

            Alih-alih membalas pesan WA, Rolan Danur malah mengirimkan share location kepada ayahnya, disertai pesan WA: ”Aku akan memaafkan perbuatan ayah kepadaku, tapi dengan syarat kabulkan permintaanku ini, buatkan pagar setinggi-tingginya dan sejauh-jauhnya di lokasi pantai ini!”.

            Maka tiga jam setelah pesan terkirim. Ketika hari masih gelap, tampak beberapa orang berbadan tegap bekerja dengan tangkas membuat pagar dengan bahan bambu di area di mana koper besar berisikan mayat Dona Sefa dibenamkan. Pagar itu terbuat dari bambu dan memiliki tinggi sekitar 6 meter. Pemasangan pagar laut itu dibentuk dari anyaman bambu, paranet, dan juga pemberat berupa karung berisi pasir. Orang-orang yang mengerjakan pagar laut itu tentu saja orang-orang suruhan ayahnya Rolan Danur pengusaha sekaligus penguasa kawasan Pantai Indah Kapuk.

***

Pada tanggal 1 Mei 2024 setelah 10 hari Dona Sefa menghilang. Rolan Danur datang ke kantor Polisi dan mengakui bahwa ia telah membunuh Dona Sefa. Ia pun mengatakan bahwa mayat Dona Sefa ia masukkan ke dalam koper dan ia tenggelamkan di lautan.

Polisi pun menangkap Rolan Danur, dan langsung bergerak menuju titik lokasi tempat koper berisikam mayat Dona Sefa ditenggelamkan. 

Tapi polisi tidak menemukan koper tersebut, sekelompok polisi yang bertugas ke TKP hanya melihat pagar laut yang membentang dan pagar-pagar itu bergerak sendiri seperti ular raksasa yang memanjang hingga sepanjang 30,16 kilometer di kawasan pesisir pantai Tangerang. Kelompok polisi hanya bisa takjub, terpukau dan terkesima tanpa bisa berbuat apa-apa.***

 

Jakarta, 27 Februari 2025