Cerpen Hasya Talitha Aghniya
| (Disclaimer: Redaksi NGEWIYAK tidak mengubah/mengedit isi naskah lomba)
Setiap ombak yang datang adalah nafas kehidupan, tetapi kini, ombak itu seakan membawa kepedihan. Kini ku hanya memandang hamparan biru yang membentang luas di hadapanku. Tak kusangka yang dulunya menjadi tempat ku berteduh, kini hanya dengan menatapnya dapat kembali merapuhkan jiwaku. Tempat yang dulu menjadi wadah bagi anganku, kini telah menghancurkan seluruh mimpiku. Tempat yang dulu menjadi awal bagi pertemuan aku dan kamu, kini menjadi tempat dimana berakhirnya aku dan kamu. Tempat yang selalu mengingatkan ku pada kata-kata terakhirmu, “ Laut ini, bukan hanya tentang ombak dan pasir, kan? Ada lebih banyak rahasia di dalamnya, yang hanya bisa aku pahami jika aku jauh dari sini, bahkan jika itu berarti menyakitkan." Aku tahu kepergianmu tidak sesederhana hilangnya buih buih di lautan. Tapi pesan-pesanmu menyadarkan ku bahwa sepertinya laut ini bukan milik Tuhan lagi.
***
Berlayar, mencari ikan, atau hanya sekedar mencari kepiting untuk dijadikan bahan permainan, merupakan kegiatan yang telah menjadi bagian dari masyarakat di pesisir laut kota Sagara Terutama bagi seorang remaja bernama Adrian, laut telah menjadi bagian dari separuh dirinya. Sudah 17 tahun ia bersama ibunya tinggal di lingkungan yang membuat dirinya menjadi pribadi yang pekerja keras, dan tangguh. Sesekali ia membantu ibunya yang bekerja sebagai petani garam, tapi Adrian lebih suka membantu para nelayan menangkap ikan di lautan. Namun ibunya kerap kali menunjukkan kekhawatirannya setiap kali ia membantu para nelayan tersebut. Sebenarnya hal ini cukup membingungkan, bukankah seharusnya ibu sudah tidak asing dengan pekerjaan seperti menangkap ikan di laut? secara kita ini tinggal di pesisir lautan. “Jika sudah besar nanti aku ingin berlayar mengarungi seluruh samudra yang ada di dunia ini,” ujar Adrian kecil. “ ….kata” ibunya. Hingga saat ini Adrian tidak tahu alasannya pastinya tentang kekhawatiran ibunya itu.
Bangun di kala matahari belum terbit adalah suatu kebiasaan bagi masyarakat di tempat Adrian tinggal. Mereka biasanya menyambut kedatangan para nelayan yang baru saja kembali setelah semalaman pergi untuk mencari ikan, begitu juga dengan Adrian yang selalu membantu para nelayan disana. Hingga suatu hari seorang nelayan menyampaikan suatu pesan bahwa akan ada keluarga baru yang pindah dari pesisir lautan di kota sebelah. “Sepertinya mereka akan datang sore hari, kamu mau membantuku menyambut mereka Adrian? Ujar seorang nelayan. Mendengar tawaran tersebut, ia bergegas memberi tahu teman-temannya dan tak lupa ia meminta izin kepada ibunya. Waktu yang ditunggu-tunggu pun datang, para warga di sana sudah berkumpul untuk membantu keluarga baru tersebut. Keluarga tersebut terdiri dari seorang laki-laki muda bersama dengan satu orang perempuan yang terlihat seumuran dengan Adrian, dan satu orang anak lelaki yang sepertinya dua tabun lebih muda dari anak perempuan satunya. Adrian tidak sengaja mendengar percakapan seorang warga dengan lelaki muda itu, “Aku tidak datang untuk menetap, sepertinya 3 hari kedepan aku akan pergi, aku hanya mengantar mereka anak dari kakakku, dia mungkin akan menjenguk mereka namun tidak dalam waktu dekat, jika ada sesuatu kau bisa menghubungiku, terima kasih”. Adrian penasaran kenapa mereka hanya pindah berdua? Kemana perginya ayah mereka, dan ibunya? Ah terlalu banyak rasa penasaran yang muncul di dalam dirinya. Hingga akhirnya ia menghampiri anak perempuan tersebut. “Hai, namaku Adrian, jika kau membutuhkan sesuatu aku bisa membantu, rumahku hanya sekitar 3 menit dari rumahmu,” ujar Adriann. Belum sempat menjawabnya, perempuan itu pergi karena lelaki muda itu memanggilnya. Tiba-tiba Adriann teringat, ah ini sudah waktunya dia pulang, ibunya berpesan agar ia segera pulang agar bisa membantu tetangganya yang akan melaksanakan aqiqahan. Akhirnya ia pun bergegas untuk pulang.
Keesokan harinya, para warga sudah berkumpul di rumah bu Aminah yang sedang melaksanakan aqiqahan anaknya. Adrian dan ibunya pun hadir di sana. Ad4ian membantu tetangganya itu bahkan sebelum matahari sempat menampakkan dirinya. Keluarga ibu Aminah sudah ia anggap seperti keluarganya sendiri. Acara pun dimulai ia membantu menghidangkan makanan untuk para warga yang datang. Seketika ia pun menghentikan pekerjaannya, itu karena ia melihat anak perempuan yang kemarin baru saja datang, iya dia pun ikut hadir di rumah itu. Setelah ia selesai melakukan tugasnya ia pun mengikuti perempuan itu yang berjalan kearah luar rumah, ternyata ia menuju pinggiran laut. “Ternyata kau datang juga, aku Adrian kau ingat kan? Tanya Adrian. Anak perempuan tersebut menoleh sebelum akhirnya membuka suara “Reyya, dan ya aku ingat namamu.” Sebelum sempat menanggapi, ia sudah terlebih dahulu berjalan kearah lain. “Salam kenal Reyya, aku dengar sebelumnya kau juga tinggal di pesisir lautan, apakah itu benar? Lalu lelaki muda kemarin itu siapa? Sepertinya dia bukan ayahmu,” Adrian pun menanggapi sembari mengejar langkah perempuan tersebut. “Ya kau benar aku memang tinggal di pesisir sebelumnya, dan dia memang bukan ayahku, kau ini mau apa? kenapa banyak tanya sekali,” jawab Reyya. Adrian sedikit terkejut dengan jawabannya “Hei aku hanya penasaran saja, siapa tau kita bisa berteman.” Reyya pun terdiam dan tidak menjawab. “Bagaimana jika kamu ikut aku membantu menangkap ikan esok pagi? Tenang saja nanti akan ku berikan beberapa hasil tangkapan kita,” tanya Adrian. Reyya pun hanya mengangguk.
Tak ia sangka, ternyata Reyya benar- benar datang pagi itu. Mereka pun langsung menaiki kapal nelayan yang akan mereka bantu. Sejujurnya Adrian terkejut, melihat Reyya yang sangat pandai dalam menangkap ikan. Sampai-sampai ia mendapat pujian dari nelayan tersebut, sebagai orang yang terkenal dengan kemampuan menangkap ikannya yang sangat baik di kalangan remaja disana, ia merasa sangat terkejut saat nelayan itu memuji Reyya. Setelah beberapa jam membantu, nelayan tersebut memberi beberapa hasil tangkapan mer3ka sebagai imbalan, lalu mereka pun duduk di hamparan pasir untuk beristirahat. “Kemampuanmu tadi bisa dibilang sangat menakjubkan, kau sangat hebat dalam menangkap ikan,” ucap Adrian. Reyya menjawab dengan tersenyum sambil sedikit bercerita bahwa ia mendapat kemampuan tersebut dari ayahnya yang bekerja sebagai pelaut. Jawaban tersebut membuat Adrian semakin penasaran dan terus bertanya hingga akhirnya tak terasa mereka sudah berbicara selama hampir 1 jam. Dari pertemuan ini lah mereka menjadi lebih sering melakukan hal bersama, dengan kepribadian dan beberapa perjalanan unik yang ia melakukannya sebelumnya, Adrian semakin merasa ingin tahu lebih dalam mengenainya. Sama hal nya dengan Reyya, ia merasa Adrian telah membantunya beradaptasi dengan lingkungan baru, terlebih lagi ibunya juga sangat ramah, dan sering mengajak Reyya dan adiknya Rafa untuk kerumah mereka. Ia merasa seperti ada sosok yang peduli dengannya.
***
Satu tahun berlalu, sejak kedatangan Reyya dan adiknya ke lingkungan pesisir tempat tinggal Adrian. Mereka berdua menjadi semakin dekat, dan semakin terbuka satu sama lain. Mereka selalu melakukan hal bersama, dan laut menjadi saksinya. Suatu hari mereka berdua merencanakan pelayaran pada malam hari. Susah payah Adrian membujuk ibunya, akhirnya luluh hati sang ibu, dan ia pun diizinkan untuk berlayar. “Hanya satu malam, kamu harus berjanji Adrian,” pesan ibu. Setelah mempersiapkan segala hal, mereka pun berangkat sejak dini hari bersama dengan seorang nelayan, malam itu mereka memperhatikan bagaimana para nelayan menangkap ikan di malam hari. Tak hanya itu, malam ini mereka menyaksikan betapa indahnya langit pada malam hari. Di atas kapal yang berlayar perlahan, malam mulai merangkak masuk, menggelapkan langit dengan taburan bintang yang memantul di permukaan laut. Angin malam berhembus lembut, membawa aroma asin yang menenangkan. Reyya duduk di sisi kapal, tatapannya tertuju pada cakrawala. Sejenak, dia terdiam, membiarkan ombak yang tenang menyapa telinga mereka. Adrian yang duduk di sampingnya ikut meresapi suasana. Reyya pun memecahkan keheningan,"Laut ini... adalah tempat yang menyimpan banyak rahasia. Setiap gelombangnya adalah cerita yang tak terucap, setiap bisikan anginnya adalah kenangan yang ingin terlepas namun terpenjara di kedalamannya. Aku sering membayangkan, apa yang bisa mereka sampaikan jika mereka bisa bicara." Adrian pun menanggapi,"Rahasia? Apa maksudmu?". Reyya pun menjawab "Laut ini seperti sebuah buku tua, penuh dengan kisah yang tak terungkap. Seperti malam ini, saat aku duduk di sini, di bawah langit yang begitu luas. Aku merasa seperti aku bisa menyelam jauh ke dalamnya dan menemukan diri aku yang hilang, kembali ke suatu waktu yang sudah lama berlalu... Mungkin kau tidak tahu, tapi laut ini menyimpan setiap tangis dan tawa yang pernah tercipta di atas permukaannya." "Jadi laut ini adalah tempat yang penuh dengan kenangan?" Balas Adrian. "Ya, dan bukan hanya kenangan pribadi. Laut ini adalah saksi bisu bagi setiap perjalanan hidup. Setiap kapal yang berlayar, setiap kaki yang menginjakkan tanah setelah lama terombang-ambing. Ada sesuatu yang begitu mendalam disini... Sesuatu yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata." Reyya menimpali. "Aku bisa merasakannya. Mungkin itu sebabnya aku merasa begitu tenang malam ini. Laut ini seperti ruang yang tak terbatas, memberikan ruang bagi setiap jiwa yang berlayar." Ujar Adrian menanggapi. Betul. Laut ini adalah tempat yang bisa menyembunyikan segala luka dan beban. Tapi juga tempat yang memberi kebebasan untuk siapa saja yang berani menatapnya. Aku rasa, hanya di sini, kita bisa benar-benar melupakan dunia, dan sejenak, menjadi bagian dari semesta yang lebih besar. Mereka pun terdiam sejenak.
"Kau selalu bisa melihat hal-hal seperti itu. Laut, kenangan, kebebasan... Aku hanya merasa terhanyut oleh arusnya." Adrian pun berkata memecah suara ombak yang ada. Mendengar ucapan Adrian, Reyya pun menjawab, "Kadang, kita memang perlu terhanyut. Agar bisa menemukan kembali bagian dari diri kita yang hilang, yang tertinggal di antara angin dan ombak, kau tahu laut sepertinya sudah menjadi bagian dari separuh diriku, aku selalu bisa menemukan diriku ketika aku menatapnya.” Sejak kecil laut telah menjadi tempat ternyaman bagi Reyya, begitupun dengan Adrian, hal ini yang menjadi salah satu penyebab kenapa mereka bisa begitu dekat. Malam pun berganti, ditengah perjalanan kapal mereka kembali, ada sesuatu yang menghalangi, mereka pun terkejut melihat pagar sepanjang 12 meter yang terbentang di hadapan mereka. Nelayan yang membersamai mereka juga terlihat kebingungan. Setelah memikirkan berbagai cara, akhirnya mereka berhasil kembali dengan selamat. Mereka juga sedikit terkejut melihat beberapa warga berkumpul. Ternyata mereka juga sedang membicarakan pagar yang menghalangi kepulangan mereka itu.
Sudah tiga bulan sejak berdirinya pagar di laut itu, kini panjangnya mencapai 30 meter membentang luas di perairan. Segala cara sudah dilakukan oleh seluruh warga untuk dapat menyingkirkan pagar itu, berbagai laporan juga sudah diajukan ke pihak berwajib, namun bantuan tak kunjung datang. Nelayan mulai kesulitan mencari jalan untuk berlayar, para penangkap ikan di sekitar pesisir juga mulai terhalang, jika hal ini tak segera di tindak lanjuti, sepertinya akan menjadi masalah besar, karena hingga hari ini banyak warga yang mulai sulit mendapat penghasilan. Disamping itu Adrian dan Reyya sudah pernah menyelidiki tentang siapa dalang dari semua ini? Mereka pernah melihat beberapa kelompok pelaut yang menggunakan kapan canggih memasang pagar tersebut, namun tidak ada cara yang dapat mereka lakukan untuk menghentikannya. Beberapa hari setelah kejadian itu, paman dari Reyya kembali untuk menyampaikan suatu pesan, sejak saat itu tingkah laku ia mulai berubah, dia seperti memendam sesuatu. Hingga di suatu sore hari ia mengajakku berkeliling pinggiran laut, ia mulai mengajakku berbicara. “Aku ingin berterima kasih kepadamu, telah datang kepadamu di hari dimana aku datang kesini, aku tidak akan melupakannya, kau tau laut ini sudah menjadi bagian dari hidupku bukan?” Adrian hanya diam mendengarkan. “Entah kenapa, aku merasa seperti lautan ini mulai kehilangan arah, seiring dengan langkah-langkah yang diambil untuk merusaknya. (Tangan cewek itu terulur ke arah laut, seakan mencoba merasakan getaran yang ada di dalamnya.)
"Laut ini sudah lama menjadi rumah bagi kita, tempat di mana kita merasa bebas, tempat di mana kita bisa mendengar hati kita berbisik dengan jelas. Tapi, sekarang... rasanya seperti ia telah terlepas dari Tuhan, dan aku... aku merasa harus pergi untuk mencari kembali makna itu. Mencari jalan agar ia bisa kembali seperti semula." Adrian masih mencerna apa maksud dari kata- kata Reyya. “Laut ini, bukan hanya tentang ombak dan pasir, kan? Ada lebih banyak rahasia di dalamnya, yang hanya bisa aku pahami jika aku jauh dari sini, bahkan jika itu berarti menyakitkan." “Maksudmu kau akan pergi? Kemana Reyya, aku akan ikut denganmu, beritahu aku kamu akan kemana?” Jawab Adrian dengan penuh kegelisahan. (Dia melirik ke arah cowok itu, matanya sedikit berkaca-kaca) "Ketika waktu tiba, kau akan merasakannya. Laut ini, dengan segala keheningannya, akan memanggilku kembali. Dan pada saat itu, kamu juga akan merasakannya... karena laut tak pernah lupa siapa yang setia padanya. Seperti aku, yang tak akan pernah melupakanmu, aku akan kembali, tapi tidak sekarang. Percayalah, pada waktunya, semuanya akan seperti semula... lebih indah dari sebelumnya." Jawab Reyya, yang membuat Adrian hampir meneteskan air mata. Itulah kata-kata terakhir yang diucapkan Reyya kepada Adrian. Setelah hari itu, ia hanya bisa mengharapkan kehadiran Reyya disisinya, laut telah mengambil Reyya dari sisinya. Hembusan ombak yang dahulu memberikan ketenangan baginya, kini kepergian Reyya menjadi memori yang tersimpan selamanya.
Satu tahun berlalu sejak kepergian Reyya, Adrian masih menunggu kehadirannya. Ia tahu kepergiannya bukan tanpa alasan. Apakah ini ada hubungannya dengan apa yang selama ini terjadi dengan hilangnya arah dari lautan? Semua perkataan terakhir Reyya telah menyadarkanku, bahwa sepertinya laut ini bukan milik tuhan lagi.