Cerpen Ilham Holik
(Disclaimer: Redaksi NGEWIYAK tidak mengubah/mengedit isi naskah lomba)
Langit kelabu membentang luas, seolah menekan bumi hingga udara terasa berat. Arini tiba di Desa Karangsari pada suatu sore yang mendung. Ia turun dari mobil bersama rombongan mahasiswa KKN lainnya, namun sesuatu langsung membuatnya merinding suara. Atau lebih tepatnya, ketiadaan suara.
Tidak ada deburan ombak seperti yang biasa ia dengar di pantai-pantai lain. Tidak ada burung camar yang berterbangan. Hanya angin yang berdesir pelan, membawa aroma asin laut yang anehnya terasa… dingin. Terlalu dingin untuk daerah tropis seperti ini.
“Kenapa rasanya seperti kita masuk ke tempat yang salah?” Gumam Dimas, temannya sesama mahasiswa KKN, sambil melihat sekeliling dengan ekspresi cemas. Suaranya terdengar pelan, namun cukup keras untuk memecah keheningan yang mencekam.
Seorang pria paruh baya mendekati mereka, menyambut mereka dengan senyum ramah, tapi matanya yang tajam seolah menyelidiki setiap gerakan mereka. “Selamat datang di Desa Karangsari,” Ucapnya dengan suara dalam.
“Kalian harus mematuhi aturan di sini. Terutama soal pantai.”
“Pantai?” Tanya Arini, heran. Matanya menyapu sekeliling, mencoba mencari jawaban dalam ekspresi warga yang berdiri di belakang Pak Jaya. Wajah-wajah mereka tampak hangat, namun ada sesuatu yang tersembunyi di balik tatapan mereka. “Ada apa dengan pantai?”
Pak Jaya tidak menjawab langsung. Dia hanya menunjuk ke arah bibir pantai, di mana sebuah plang kayu besar berdiri tegak. Di atasnya tertulis kalimat yang membuat Arini bergidik.
“Pagar Laut–Penjaga Harmoni Alam.”
“Apa maksudnya, Pak?” Tanya Arini lagi, tapi Pak Jaya hanya tersenyum misterius.
“Nanti kalian akan tahu. Untuk sekarang, cukup ingat jangan mendekati pantai pada malam-malam tertentu.”
Tatkala rembulan menaiki singgasananya, para mahasiswa berkumpul di rumah tempat mereka tinggal, suasana semakin aneh. Lampu-lampu minyak yang digunakan warga sebagai penerangan utama memberikan bayangan-bayangan aneh di dinding. Suara-suara samar terdengar dari arah pantai seperti bisikan, atau mungkin nyanyian. Tapi tak satu pun dari mereka berani keluar untuk memastikan.
“Ini aneh sekali,” Kata Arini kepada Dimas. “Aku belum pernah melihat desa seperti ini. Bahkan data pasang surut di sini juga aneh. Ada sesuatu yang disembunyikan.”
Dimas, yang sedang mempelajari data pasang surut dan arus laut, menatap layar laptopnya dengan ekspresi serius. “Ada anomali besar di dasar laut dekat desa ini. Aktivitas seismiknya… tidak normal. Sepertinya ada gua besar di bawah sana. Tapi kenapa warga tidak pernah membicarakannya?”
Arini merasa bulu kuduknya berdiri. Ada rahasia besar di balik pagar bambu yang dipenuhi sesaji itu. Dan dia bertekad untuk mengungkapnya.
---
Beberapa hari kemudian, Arini mulai mencari tahu lebih dalam. Dia sering menghabiskan waktu bersama Bayu, pemuda desa yang tampaknya lebih terbuka daripada warga lainnya. Bayu adalah sosok yang ramah, namun ada kesedihan mendalam di matanya yang jarang ia tunjukkan. Saat Arini bertanya tentang hal itu, Bayu hanya tersenyum tipis.
“Setiap orang di sini punya beban sendiri,” Katanya suatu sore, sambil menatap lautan. “Banyak orang dari luar datang ke sini, ingin tahu soal ritual kami,” Lanjutnya, suaranya terdengar berat. “Tapi tak semua rahasia layak diungkap, Arini.”
Namun, semakin banyak Arini bertanya, semakin banyak pertanyaan baru yang muncul. Suatu malam, saat dia sedang berjalan sendirian di tepi desa, dia melihat sesuatu yang membuatnya tercengang. Seorang wanita tua berdiri di dekat pagar bambu, membisikkan mantra-mantra dalam bahasa yang tak dikenalnya.
Matanya terpejam, tangannya memegang sesuatu yang berkilauan di bawah cahaya bulan.
Arini mundur perlahan, takut terlihat. Namun, langkahnya salah satu batu kerikil yang bergeser membuat Nenek itu membuka mata. Tatapan wanita itu menusuk, seolah bisa melihat langsung ke dalam jiwanya.
“Jangan terlalu dalam menggali rahasia desa ini, anak muda,” Ucapnya dengan suara serak. “Ada hal-hal yang lebih baik tetap tersembunyi.”
Malam itu, Arini tidak bisa tidur. Dia merasa ada sesuatu yang mengikuti setiap langkahnya. Saat dia mencoba menyelinap ke rumah Nenek tua itu untuk mencari jawaban, dia menemukan catatan kuno yang tertulis dalam aksara Jawa kuno. Dengan bantuan Bayu, dia berhasil menerjemahkan beberapa bagian.
Catatan itu berbicara tentang spesies laut langka yang dianggap keramat oleh warga desa. Spesies itu hidup di ekosistem bawah laut yang unik, dan setiap beberapa dekade, mereka bermigrasi ke permukaan laut. Ritual Pagar Laut adalah cara untuk mengarahkan migrasi mereka kembali ke kedalaman tanpa terlihat oleh dunia luar, ada sesuatu yang lebih mengejutkan. Catatan itu juga menyebutkan bahwa spesies tersebut bukan hanya makhluk laut biasa. Mereka memiliki hubungan simbiotik dengan manusia, mereka memberikan perlindungan kepada desa, selama desa menjaga harmoni dengan laut.
---
Arini dan Dimas mulai memahami rahasia desa, konflik baru muncul. Sebuah perusahaan pertambangan mulai melakukan survei di dekat pantai. Mereka berencana membangun fasilitas besar yang bisa mengancam ekosistem bawah laut. Warga desa panik, tapi mereka enggan melibatkan pihak luar karena takut rahasia mereka terbongkar.
Arini dan Dimas berada di posisi sulit. Sebagai mahasiswa, mereka memiliki tanggung jawab moral untuk melindungi spesies langka itu. Dan sebagai tamu di desa, mereka juga harus menghormati tradisi warga.
Situasi semakin rumit ketika Dimas menemukan bahwa aktivitas seismik di dasar laut semakin intensif. Ada sesuatu yang tidak beres, seolah-olah ekosistem bawah laut sedang memberontak.
“Ada sesuatu yang salah dengan migrasi mereka,” Kata Dimas, wajahnya pucat. “Sepertinya spesies itu merasakan ancaman dari tambang itu. Kalau kita tidak segera bertindak, mereka bisa mati.”
Arini merasa dilema. Dia ingin membantu warga, tapi dia juga tidak bisa mengabaikan fakta bahwa rahasia mereka bisa terbongkar jika mereka melibatkan pihak luar.
Pada malam ritual Pagar Laut, Arini dan Dimas ikut membantu warga membangun pagar bambu dan menghiasinya dengan sesaji. Mereka menyaksikan fenomena luar biasa. Ratusan makhluk laut yang bersinar redup muncul dari kedalaman, bergerak perlahan menuju gua bawah laut.
Namun, saat ritual hampir selesai, sesuatu yang tak terduga terjadi. Cahaya biru terang menyala dari dasar laut, disusul oleh getaran keras yang membuat seluruh desa gemetar. Warga panik, dan Nenek itu berteriak, “Mereka marah! Kita telah gagal menjaga harmoni!”
Arini dan Dimas saling bertukar pandang, bingung. Apa yang terjadi? Apakah tambang itu sudah mulai memengaruhi ekosistem? Atau apakah ada rahasia lain yang belum mereka ketahui?
Cerita berakhir dengan Arini berdiri di tepi pantai, memandang lautan yang gelap dan misterius. Dia tahu ada sesuatu yang besar dan menakutkan di bawah sana. Sesuatu yang mungkin tidak akan pernah sepenuhnya terungkap.
---
Setelah KKN selesai, Arini kembali ke kota. Namun, pikirannya tidak pernah lepas dari Desa Karangsari. Dia sering mimpi tentang cahaya biru itu, dan suara-suara samar yang terdengar dari dasar laut.
Suatu hari, dia menerima paket tanpa nama pengirim. Di dalamnya, ada catatan kuno lain yang belum sempat dia baca. Saat dia membukanya, satu kalimat membuatnya bergidik.
"Harmoni antara manusia dan laut hanya bisa dipertahankan jika manusia bersedia mengorbankan dirinya.”
Apa artinya? Apakah warga desa menyembunyikan sesuatu yang lebih besar? Atau apakah ini adalah peringatan bagi Arini sendiri?
Dia menatap lautan dari kejauhan, merasa ada sesuatu yang menariknya kembali ke sana. Tapi kali ini, dia tahu dia tidak akan pergi sendirian.