Saturday, March 1, 2025

Cerpen Lomba | Juwartini | Di Balik Ombak dan Harapan

Cerpen Juwartini



(Disclaimer: Redaksi NGEWIYAK tidak mengubah/mengedit isi naskah lomba)


Di sebuah desa kecil yang terletak di pesisir pantai, tinggalah seorang gadis bernama Ayu. Ia adalah siswa kelas IX di salah satu SMP di daerah itu. Ayu dikenal sebagai anak yang cerdas dan penuh semangat. Namun di balik senyumnya yang ceria, hidup Ayu sebenarnya penuh kesedihan. Ayahnya, Pak Amin, adalah seorang nelayan yang mengandalkan hasil tangkapan ikan untuk menghidupi keluarga. Sementara ibunya, Bu Siti, bekerja sebagai buruh cuci di rumah-rumah warga yang lebih mampu. Ayu memiliki dua orang adik, Andi yang berumur lima tahun dan Ani yang baru berusia tiga tahun. Mereka masih kecil, polos, dan sering kali tak memahami kesulitan yang dihadapi keluarga mereka.


Ayu bercita-cita menjadi seorang guru. Baginya, mengajar adalah sebuah panggilan hati. Ayu ingin agar anak-anak di desanya mendapatkan pendidikan yang layak, sesuatu yang ia rasa belum sepenuhnya tercapai di daerahnya. Namun, ia tahu bahwa jalan menuju cita-cita itu tidak akan mudah. Kondisi keluarga yang pas-pasan karena pendapatan ayahnya sebagai nelayan tidak menentu, tergantung pada cuaca dan musim. Kadang, hasil tangkapan ikan cukup untuk kebutuhan sehari-hari, tetapi sering kali mereka harus berhemat bahkan untuk makan saja.


Setiap pagi, sebelum berangkat ke sekolah, Ayu membantu ibunya mencuci pakaian atau menjaga kedua adiknya. Ketika sore tiba, ia belajar sambil menggendong Ani yang rewel, atau menemani Andi bermain agar tidak mengganggu ibunya bekerja. Meski sibuk dengan berbagai tanggung jawab, Ayu tidak pernah mengeluh. Ia tahu, cita-citanya untuk menjadi seorang guru harus diraih dengan kerja keras.


Namun, kehidupan mereka berubah drastis ketika suatu hari ada beberapa orang mulai memasang pagar laut di sepanjang pantai desa itu. Semakin lama pagar tersebut semakin Panjang, membentang di sepanjang pantai. Pagar laut itu dibangun dengan alasan melindungi pantai dari abrasi dan mendukung pembangunan pelabuhan baru di daerah tersebut. Pada awalnya, Pak Amin dan para nelayan lainnya tidak menyadari dampak besar yang akan terjadi. Tetapi, seiring berjalannya waktu, keberadaan pagar laut itu membuat para nelayan kesulitan melaut.



Dampak Pagar Laut


Pagar laut tersebut menghalangi jalur nelayan menuju laut lepas. Mereka harus mengitari pagar itu untuk mencapai daerah tangkapan ikan. Jarak tempuh menjadi lebih jauh dan biaya bahan bakar meningkat. Selain itu, ikan-ikan yang biasanya banyak ditemukan di sekitar pantai mulai berkurang. Arus laut berubah, dan beberapa jenis ikan yang dulu melimpah kini sulit ditemukan. Pak Amin merasakan dampak ini secara langsung. Dalam sebulan, penghasilannya menurun drastis. Bahkan, untuk membeli beras dan bahan makanan lainnya saja, Pak Amin sering harus berhutang pada warung tetangga.


Tidak hanya itu, pekerjaan Bu Siti sebagai buruh cuci pun ikut terdampak. Salah satu keluarga yang menjadi majikannya, keluarga Pak Hadi, memutuskan untuk pindah ke kota karena usahanya di desa itu tidak lagi menguntungkan. Dengan kehilangan penghasilan dari mencuci pakaian, keluarga Ayu semakin kesulitan memenuhi kebutuhan hidup.



Kehidupan yang Kian Berat


Ayu mulai merasa khawatir. Meski ia selalu menjadi juara kelas, ia tidak bisa memungkiri bahwa biaya pendidikan menjadi beban besar bagi keluarganya. Ia pernah mendengar percakapan ayah dan ibunya di malam hari, ketika mereka mengira Ayu sudah tidur.


“Pak, gimana nanti sekolah Ayu? Uang tabungan kita sudah habis untuk bayar utang bulan lalu,” suara Bu Siti terdengar lirih.


“Entahlah, Bu. Kalau keadaan terus seperti ini, mungkin Ayu harus berhenti sekolah,” jawab Pak Amin, suaranya terdengar berat.


Mendengar percakapan itu, hati Ayu seperti diremas. Ayu terdiam dalam kelu. Ia tidak ingin berhenti sekolah. Ia ingin meraih cita-citanya menjadi guru agar bisa membantu keluarga dan masyarakat di desanya. Di satu sisi, ia juga tidak ingin menjadi beban bagi orang tuanya. Gejolak hati Ayu membara untuk tetap menggapai cita-cita apa pun caranya.


Sejak saat itu, Ayu semakin rajin membantu ayah dan ibunya. Ayu meminta ibunya membuatkan gorengan dan nasi uduk untuk dibawa ke sekolah. Dari situ Ayu bisa mendapat keuntungan dari penjualan yang kemudian diberikan kepada ibunya. Ketika libur sekolah, ia tidak segan ikut ayahnya melaut. Meskipun tidak banyak membantu, setidaknya ia bisa meringankan beban ayahnya dengan menyiapkan peralatan atau membawa hasil tangkapan ikan. Ia juga mencoba mencari cara untuk mendapatkan uang tambahan. Ia menjual kerajinan tangan sederhana dari kerang-kerang yang ia kumpulkan di pantai.



Harapan di Tengah Kesulitan


Di tengah kesulitan itu, Ayu tetap menyimpan harapan. Ia percaya bahwa akan ada jalan keluar untuk setiap masalah. Ayu yakin bahwa Alloh tidak akan memberikan cobaan kepada umatnya melebihi kemampuannya. Kalimat ustadz di sekolah agama tertatri dalam ingatannya menjadikan penyemangat dalam diri untuk menghadapi kesulitan hidup. Ayu sering menuliskan perasaan di buku hariannya, menuangkan kegundahan dan harapannya. Suatu hari, ia menulis:


“Tuhan, aku tahu keluarga kami sedang diuji. Tapi, aku mohon, berikanlah kekuatan untuk ayah dan ibu. Aku ingin mereka tahu bahwa aku tidak akan menyerah. Aku akan terus belajar, apa pun yang terjadi. Aku ingin menjadi guru agar bisa membantu keluarga dan anak-anak di desa ini.”


Kondisi sulit tersebut tidak hanya dialami oleh keluarga Ayu, tetapi seluruh masyarakat merasakan juga. Ayu mencoba mengadukan kesulitan masyarakat kepada pemerintah desa. Bersama teman-temannya, ia menulis surat kepada kepala desa, memohon agar pemerintah memperhatikan nasib para nelayan di desa mereka. Ayu percaya bahwa suara kecil pun bisa membawa perubahan jika disaampaikan dengan niat tulus dan dengan cara yang benar.


Namun, seiring waktu berlalu, bantuan dan solusi yang diharapkan tidak kunjung datang. Pagar laut tetap berdiri kokoh, sementara para nelayan semakin terpuruk. Beberapa dari mereka bahkan memutuskan untuk meninggalkan desa dan mencari pekerjaan lain di kota. Ayu sedih melihat desanya perlahan kehilangan kehidupan yang dulu begitu akrab baginya.



Dukungan yang Tak Terduga


Suatu hari guru wali kelas Ayu, Bu Rini, mengetahui kondisi keluarga Ayu. Bu Rini adalah wali kelas yang benar-benar mengetahui kondisi setiap siswa di kelasnya. Ia terkesan dengan semangat belajar Ayu meski dalam keadaan sulit. Bu Rini menghadap kepala sekolah untuk membicrakan masalah yang dihadapi Ayu. Setelah berbicara dengan kepala sekolah, Bu Rini memutuskan untuk membantu Ayu.


“Kalau Ayu terus berprestasi, kita bisa mencarikan beasiswa untuknya,” kata Bu Rini kepada kepala sekolah.


“Bagus Bu Rin, silakan dibantu proses administrasinya. Saya akan dukung sepenuhnya supaya Ayu tetap bias melanjutkan sekolah,” kata kepala sekolah.


Usulan itu diterima, dan akhirnya Ayu dibantu wali kelas mengajukan beasiswa. Meskipun prosesnya tidak mudah, Ayu berhasil meyakinkan pihak pemberi beasiswa bahwa ia adalah murid yang pantas mendapatkan bantuan itu.


Selain itu, komunitas lokal di desa mulai bergerak. Mereka bersama-sama mengadakan diskusi dengan pemerintah daerah untuk mencari solusi. Para nelayan, termasuk Pak Amin, menyampaikan aspirasi mereka. Mereka meminta agar pagar laut ditinjau ulang agar tidak menghalangi jalur nelayan. Perjuangan mereka memang tidak langsung membuahkan hasil, tetapi setidaknya suara mereka sedikit-demi sedikit mulai didengar. Hal tersebut didukung juga dengan gencarnya pemberitaan mengenai pagar laut di wilayahnya melalui media sosial.



Jalan Menuju Cita-Cita


Dengan beasiswa yang didapatkan, Ayu bisa melanjutkan sekolah tanpa harus khawatir akan biaya. Ia kembali fokus pada belajarnya, sambil tetap membantu keluarga. Ayu semakin yakin bahwa pendidikan adalah kunci untuk mengubah hidup dan membantu desanya.


Di sisi lain, perjuangan para nelayan akhirnya membuahkan hasil. Pemerintah memutuskan untuk menghentikan pemasanga pagar laut bahkan membongkarnya, sehingga jalur nelayan tidak lagi terganggu. Meski butuh waktu, perlahan kehidupan di desa mulai pulih.


Hari kelulusan pun tiba. Ayu lulus dengan nilai terbaik di sekolahnya. Ia mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, berkat beasiswa yang ia dapatkan. Ketika naik ke panggung untuk menerima penghargaan, Ayu merasa haru. Ia melihat ayah, ibu, dan kedua adiknya tersenyum bangga di antara para hadirin.


“Perjuangan ini belum selesai,” pikir Ayu. “Aku akan terus berusaha. Demi keluarga, demi desa ini, dan demi cita-citaku menjadi guru.”


Ayu tahu, jalan menuju cita-cita masih panjang. Namun, ia tidak takut lagi. Dengan kerja keras, doa, dan dukungan dari orang-orang di sekitarnya, ia yakin bahwa mimpi itu akan menjadi nyata.