Thursday, March 13, 2025

Cerpen Lomba | M. Kholilur Rohman | Karomah Kiai

Cerpen M. Kholilur Rohman



(Disclaimer: Redaksi NGEWIYAK tidak mengubah/mengedit isi naskah lomba)  


"Tenang saja, makhluk laut tidak akan mampu mengalahkan kita," ucap Pak Joko dengan begitu mantap. 


Ya, di sebuah gedung lantai tujuh pencakar langit, Pak Joko dan Saryono sedang merencanakan proyek pembangunan di salah satu Kawasan laut di Kota Sumenep. 


"Tapi Pak, kita harus berhadapan dengan orang-orang Madura yang seperti kita kenal, mereka keras dan identik dengan carok. Bisa habis kepala kita nanti dibacok mereka," jawab Saryono mengeluarkan uneg-uneg dalam kepalanya. 


Pak Joko terdiam. Dari raut wajahnya, ia tampak sedang memikirkan sesuatu. Semacam strategi jitu yang bisa diterapkan untuk melancarkan aksi mereka. 


***


Sebagai pemegang sahan utama pimpinan sebuah perusahaan M, Pak Joko sudah sangat berpengalaman dalam hal bersilat lidah untuk mensukseskan agenda perusahaan. Tujuannya hanya satu, yakni menghasilkan profit yang sebesar-besarnya. Meski kadang, cara yang ia gunakan harus menghantam naluri kemanusiaan yang terpatri dalam dada setiap orang. 


"Dalam berbisnis, kamu harus mengedepankan otak daripada hati. Sebab, ada kalanya keduanya bertentangan. Jadi terpaksa salah satu di antara keduanya harus dimenangkan," tegas Pak Joko pada suatu forum rapat evaluasi. 


Audien yang notabene adalah bawahannya hanya bisa mengangguk. Meski dalam hati mereka jelas-jelas menggeleng. 


Banyak proyek pembangunan yang sudah ditangani oleh Pak Joko. Mulai dari proyek pembangunan industri, lembaga pendidikan, hingga proyek keagamaan yang seolah-olah menampilkan Pak Joko sebagai sosok yang humanis dan agamis. Sehingga, tak heran jika relasi Pak Joko tak sekadar dari kalangan pembisnis, tapi juga kalangan kiai-kiai besar pondok pesantren yang titahnya ibarat kalam suci yang pasti dipatuhi. 


Dengan segudang pengalaman yang dimiliki, Pak Joko rajin membuat peta konsep yang mengarahkan alur kerja perusahaan agar mampu menggaet klien dan menghasilkan profit yang luar biasa. Tak ayal jika Pak Joko yang bernama lengkap Joko Susanto terkenal ke banyak tempat. Ke seluruh penjuru Kota. 


***


Setelah menggelar rapat yang kesekian kali, akhirnya diputuskan bahwa proyek terdekat yang akan digarap adalah pembangunan hotel bintang lima di salah satu kawasan laut Kota Sumenep. 


"Apa tidak mau pindah tempat saja, Pak?" Tanya Pak Joko pada Pak Ramdan yang tiada lain adalah kliennya.


"Tidak, Pak. Keputusan ini sudah bulat. Karena beberapa minggu lalu, tim saya sudah melakukan riset di sana. Dan hasilnya memuaskan. Tempat itu sangat strategis," jawab Pak Ramdan mantap. 


Pak Joko menghela nafas. Tawaran kerjasama membangun hotel ini memang dapat dikatakan bakal meraup untung yang sangat besar. Tapi, pikiran Pak Joko tersandung pada watak orang-orang Madura, yang rata-rata keras dan sulit diajak kerjasama. Belum lagi akhir-akhir ini, ada banyak berita carok yang berseliweran di banyak media. Hal itu yang menghantui pikiran Pak Joko untuk langsung secara tegas menerima tawaran itu. 


"Bagaimana, Pak? Apa kira-kira proyek ini bis akita lanjutkan?" Tanya Pak Ramdan memastikan.


"Ok siap, Pak. Saya dan tim akan mengusahakan semaksimal mungkin. Dan tentu, update infonya akan terus kami kirimkan secara berkala. 


Kata sepakat pun ditemukan. Pak Joko sebagai pemilik saham paling besar sekaligus pimpinan perusahaan M telah menjalin kesepakatan dengan perusahaan N di bawah pimpinan Pak Ramdan.

 

Pertemuan itu berlanjut pada pembahasan lainnya yang lebih ringan dan menyenangkan. Seperti informasi beberapa artis terkini yang dikabarkan bangkrut karena tak mampu mengelola karyawan di tengah himpitan kebijakan efisiensi. Juga beberapa karyawan baru Pak Joko yang terbilang 'cantik' dan menggoda gairah Pak Ramdan untuk menikah lagi. 


Selepas pertemuan itu, Pak Joko langsung menyusun beberapa rencana yang muncul di kepalanya. Mulai dari agenda silaturrahmi ke pondok pesantren terdekat lokasi proyek, hingga beberapa janji yang akan diumbar untuk membius masyarakat setempat agar setuju dan mendukung proyeknya. 


***


Bersama Saryono, Pak Joko mendatangi pondok pesantren Mambaul Ulum yang lokasinya berdekatan dengan titik proyek yang akan digarap. Diasuh oleh Kiai Badruddin, pondok tersebut jadi salah satu pondok terbesar di Kabupaten tersebut. Dan perihal kharisma, Kiai Badruddin adalah tokoh agama yang dawuhnya selalu menggugah hati dan pasti langsung diikuti. 


"Selain pondok ini, apa ada lagi yang akan kita datangi, Pak?" Tanya Saryono.


"Sementara ini dulu, kita juga perlu menyiapkan beberapa jaminan agar Pak Kiai berada di pihak kita," jawab Pak Joko. 


Tiga puluh menit kemudian, Pak Joko dan Saryonon tiba di lokasi pondok. Mereka disambut hangat oleh para abdi dhalem yang sudah terlatih menyambut tamu. Lalu tak butuh waktu lama, keduanya berhasil berhadapan dengan Kiai Badruddin. 


"Bagaimana Pak Joko, apa ada yang bisa saya bantu untuk jenengan ini," ucap Kiai Badruddin setelah beragam pembahasan ngalor-ngidul lainnya tersampaikan. 


Sebelumnya, Pak Joko sudah melalukan mini riset tentang karakter Kiai Badruddin. Dalam catatannya, Kiai Badruddin adalah sosok kiai yang keras, yang tegak lurus terhadap kemaslahatan umat. Bahkan rela mengorbankan dirinya sendiri demi kebaikan bersama. Tentu, sifat tersebut sangat bertentangan dengan karakter bisnis Pak Joko yang seringkali mengabaikan kepentingan orang lain.


Dengan keadaan tersebut, Pak Joko mengatur siasat agar tidak terlihat memiliki rencana jahat.  


Pertama, Pak Joko menawarkan bantuan untuk pembangunan pondok. Lalu beralih pada pembahasan kawasan laut yang menjadi mata pencaharian masyarakat setempat. 


"Laut di sana itu, sudah menjadi bumi, bahkan rumah bersama mereka. Sebab selain berfungsi sebagai tempat mata pencaharian utama, laut itu adalah lanskap alam yang sudah seharusnya kita jaga. Bukankah tugas kita sebagai khalifah adalah menjaga bumi termasuk laut di dalamnya, Pak?" Tanya Kiai Badruddin, yang sudah jelas bagaimana jawabannya. 


Pak Joko mati kata. Pikirannya spontan macet. Ia tampak bingung harus mengalihkan ke arah mana pembahasan selanjutnya. Sementara Saryono hanya bisa mengangguk. Tak mampu berkata-kata. 


"Sudah tersurat jelas di dalam al-Qur'an, surat al-Baqarah ayat 30, bahwa penciptaan manusia berfungsi sebagai khalifah, yang salah satu khalifah adalah menjaga dan merawat bumi. Mulai dari hal terkecil seperti membuang sampah pada tempatnya, sampai pada ranah kebijakan yang seharusnya berlandaskan etika lingkungan dan moral kemanusiaan," jelas Kiai Badruddin. 


Sial. Pak Joko semakin terpojok. Keinginannya untuk menggaet Kiai Badruddin agar bisa bersepakat untuk menjalankan proyek pembangunan hotel ini semakin minim. Ditambah lagi mimik wajah yang menunjukkan keseriusan dan kelantangan penjelasan yang menegaskan keluasan wawasan. 


"Bagaimana ini, Pak?" Tanya Saryono setengah berbisik.


"Entahlah, saya juga bingung," jawab Pak Joko dengan lirih. 


Pembahasan didominasi oleh Kiai Badruddin yang banyak menjelaskan tentang dalil-dalil ekologis sekaligus sejarah para nabi yang bernuansa alam, seperti cerita Nabi Nuh yang membuat kapal besar guna mengarungi hujan lebat hingga membentangkan lautan. Bahkan, dengan tegas Kiai Badruddin juga mengutuk ormas Islam yang menerima proyek pembangunan dari pemerintah yang menyimpang dari etika lingkungan. 


“Pemerintah semanga menggaet ormas agar rencana tambang mereka berjalan lancar. Karena ormas dianggap mampu meredam amarah masyarakat. Dan saya mengutuk itu!”


Satu jam berlalu begitu saja. Hingga akhirnya, Pak Joko dan Saryono mohon pamit untuk melanjutkan perjalanan. Padahal, maksud utama kedatangan Pak Joko belum tersampaikan pada Kiai. Alasannya sederhana, berdasarkan insting dari Pak Joko, jika maksud itu disampaikan, sepertinya bakal menuai masalah yang sangat besar. Dan Pak Joko tidak mau itu terjadi. 


"Ngapunten, saya dan rekan saya mau melanjutkan perjalanan, Kiai. Setelah ini masih ada agenda lanjutan," ucap Pak Joko dengan nada yang sangat sopan.


"Oh inggih siap. Apa nggak mau keliling pesantren dulu?" Tanya Kiai.


"Sepertinya tidak dulu, Kiai. Mungkin di lain kesempatan," jawab Saryono diimbangi dengan senyuman. 


Sepanjang perjalanan pulang, Pak Joko menyampaikan perubahan rencana pada Saryono. Tidak ada lagi rencana mengumbar janji dan mempengaruhi warga local. Kekuatan penjelasan kiai telah menyadarkan Pak Joko akan banyak hal.


Begitu Pak Joko dan Saryono menghilang di depan gerbang pesantren, Bu Nyai Sulalah, istri Kiai Badruddin datang menghampiri suaminya. 


"Tamu dari mana, Mas?" Tanya Bu Nyai Sulalah yang sebelumnya ikut mendengarkan percakapan dari balik pintu.


"Biasa, tamu dari Kota. Mereka adalah pembisnis besar. Datang ke sini untuk melancarkan proyek pembangunan hotel di pinggir laut Pantai Sembilan. Dikira saya bakal terpengaruh dan mau mendukung mereka, padahal sebaliknya," jawab Kiai Badruddin, lalu tertawa ringan.


"Berarti mereka nggak jadi meneruskan proyeknya, Mas?"


"Doakan saja semoga gagal. Karena kesehatan alam dan kemaslahatan para nelayan lebih penting dibanding proyek mereka," tegas Kiai Badruddin. 


Dalam hati, Bu Nyai Sulalah melantunkan amin. Meski ia tetap bertanya-tanya, dari mana kesimpulan atas tujuan kedatangan mereka bisa ditebak oleh sang suami.***