Thursday, March 13, 2025

Cerpen Lomba | Muhammad A'lal Hikam | Perjuangan Ani di Usia Senja

Cerpen Muhammad A'lal Hikam



(Disclaimer: Redaksi NGEWIYAK tidak mengubah/mengedit isi naskah lomba)  


Sore itu, tepat pukul 03.00, saya menelusuri Desa Karanganyar, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo. Hujan gerimis yang tak terbendung mengiringi perjalanan saya untuk menemui seorang lansia yang hidup sendirian dan tergolong kurang sejahtera.


Mbak Hayani, yang akrab dipanggil Mbak Ani oleh masyarakat setempat, kini genap berusia 80 tahun. Meskipun usianya sudah lanjut, ia masih harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.


Mbak Ani menyambut kedatangan saya dengan senyuman ramahnya. 


Saat saya sampai di rumahnya, saya mendapati bahwa Mbak Ani hidup sebatang kara. Sejak suaminya meninggal, ia belum dikaruniai seorang anak.


Perempuan lansia itu bercerita tentang kehidupannya yang menyedihkan sejak ditinggal oleh suaminya. Setiap hari, ia menjalani pahit manisnya kehidupan seorang diri tanpa ada yang menemani, di rumah yang hanya beralaskan tanah.


“Rumah beralaskan tanah yang saya tempati ini bukan milik saya sendiri, tetapi milik anak angkat saya yang tidak pernah menjenguk saya. Mungkin dia sudah lupa,” tutur Mbak Ani.


Semangat kemandirian Mbak Ani untuk memperjuangkan hidupnya masih terlihat jelas. Meskipun banyak masyarakat di sekitarnya yang prihatin dengan keadaannya, ia tidak ingin menerima bantuan secara cuma-cuma. Mbak Ani hanya ingin membuktikan kepada masyarakat sekitar bahwa ia masih mampu hidup mandiri.


Saat sakit, terkadang Mbak Ani ditawari untuk tidur di rumah tetangganya yang berada di depan rumahnya, agar ada yang merawatnya. Namun, ia enggan menerima tawaran tersebut karena khawatir akan merepotkan dan mengganggu aktivitas tetangganya itu.


Untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, perempuan lansia yang hidup sebatang kara ini harus bekerja keras. Ia bekerja sebagai buruh perata tembakau saat proses penjemuran. Pekerjaan ini bersifat musiman, sehingga ia hanya bisa bekerja ketika musim tembakau tiba.


“Saya sudah tidak kuat lagi bekerja selain meratakan tembakau di atas bidak (anyaman bambu) yang telah disediakan sebelum dijemur,” ujarnya dengan suara sendu.


Pekerjaan yang dilakukan oleh Mbak Ani, perempuan lansia ini, disebabkan oleh ketidakpastian bantuan dari pemerintah daerah (Pemda). “Meskipun ada bantuan dari Pemda berupa uang Rp 100.000, itu tidak mencukupi. Karena itu, saya terpaksa harus bekerja,” tambahnya.


Mbak Ani juga menjelaskan bahwa bantuan dari Pemda memang ada, tetapi tidak jelas kapan waktunya. Selain bantuan uang, ada pula bantuan beras untuk orang miskin (Raskin). Namun, bantuan tersebut masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Karena itu, ia harus terus berusaha untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.


Hasil dari pekerjaan musiman yang dijalani Mbak Ani mengajarkannya untuk mengatur uang dengan bijak. Penghasilan yang ia dapatkan saat ini harus cukup untuk bertahan hingga musim tembakau tahun depan, karena untuk bekerja di pekerjaan lain, tenaganya sudah tidak kuat lagi.


Meskipun sudah lanjut usia, Mbak Ani masih memiliki semangat dan tenaga untuk bekerja keras. Ia menjadi kuli karena terpaksa, karena ia tidak ingin terus-menerus menerima bantuan dari tetangganya secara cuma-cuma.


“Saya malu kalau terus-menerus diberi bantuan oleh tetangga. Makanya, saya tetap bekerja,” ungkap nenek yang sudah tampak keriput itu.


Mbak Ani menuturkan bahwa pekerjaan yang ia lakukan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari. Bagi Mbak Ani, hasil dari pekerjaannya sudah lebih dari cukup untuknya. Jika ia tidak bekerja, ia tidak akan mampu membeli barang selain kebutuhan pokok.


Kehidupan Mbak Ani sejak menikah memang sudah penuh perjuangan. Ia dan suaminya berasal dari keluarga yang melarat, dan kesulitan hidup sudah menjadi bagian dari perjalanan mereka. Apalagi setelah suaminya meninggal puluhan tahun yang lalu, hidupnya semakin sulit. Namun, ia tetap berusaha keras untuk bertahan hidup.


“Hal yang paling menyedihkan dan sering membuat saya kepikiran adalah ketika saya tidak punya uang sama sekali untuk membeli kebutuhan sehari-hari, seperti beras, minyak, dan kebutuhan lainnya,” imbuh Mbak Ani.


Lebih lanjut, Mbak Ani menuturkan bahwa ia akan terus berusaha bekerja selama tenaganya masih mampu, meskipun terpaksa. “Saya butuh makan dan kebutuhan lainnya, dan tidak mungkin saya harus selalu menunggu bantuan dari pemerintah yang tidak jelas kapan datangnya, atau mengandalkan bantuan dari tetangga,” ujarnya.


Perempuan lansia yang hidup sebatang kara ini kini sering jatuh sakit. Kondisi fisiknya semakin melemah, namun ia hanya berharap bisa menjalani hidup dengan tenang. “Saya tidak ingin terus-menerus pontang-panting bekerja hanya untuk mencari makan,” tutur Mbak Ani dengan nada yang penuh keprihatinan.


***


Berpangku tangan menunggu bantuan, bahkan menjadi pengemis atau pemulung. Begitulah gambaran kehidupan orang tua jompo yang sering kita temui. Mereka berjuang hanya untuk menyambung hidup, padahal seharusnya orang-orang lansia mendapatkan kesejahteraan, sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1965 tentang Pemberian Bantuan Penghidupan kepada Orang Jompo.


Dalam Undang-Undang tersebut, Pasal 1 Ayat 1 menjelaskan bahwa pemberian bantuan penghidupan kepada orang jompo menjadi tugas Menteri Sosial, dan bantuan tersebut diberikan dalam bentuk dan ukuran yang sesuai dengan keperluan serta keadaan masing-masing.


Akan tetapi, pemberdayaan untuk orang tua jompo atau lansia lainnya masih jauh dari harapan, seperti yang dirasakan oleh seorang nenek bernama Hayani, yang berusia 80 tahun. Mbak Ani, demikian masyarakat setempat memanggilnya, tinggal di Desa Karanganyar, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo. Nenek ini hidup sebatang kara, tanpa sanak saudara yang menemaninya.


Mbak Ani, setiap harinya masih bekerja sebagai tukang penjemur tembakau. Pekerjaan ini ia lakukan hanya untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. “Sebenarnya saya sudah tidak kuat lagi untuk bekerja, tetapi karena bantuan dari pemerintah tidak mencukupi, terpaksa saya harus tetap bekerja,” tutur Mbak Ani saat ditemui di rumahnya.


Mbak Ani, perempuan lansia ini, menambahkan bahwa bantuan dari pemerintah yang diterimanya tidak rutin dan seringkali tidak mencukupi. Karena itu, ia terpaksa mengandalkan bantuan dari tetangga sekitar untuk memenuhi kebutuhan pokok, seperti makanan dan kebutuhan sehari-hari lainnya.


Melihat kondisi yang dialami oleh Mbak Ani, salah satu warga Karanganyar menyampaikan bahwa pemerintah seharusnya lebih optimal dalam memberikan bantuan kepada lansia, terutama bagi mereka yang hidup sebatang kara. "Kasihan kepada Bu Ani, karena sudah lanjut usia dan tidak bisa bekerja. Parahnya lagi, ia tidak memiliki keluarga," tambah salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.