Cerpen Munadhilla
(Disclaimer: Redaksi NGEWIYAK tidak mengubah/mengedit isi naskah lomba)
Gadis itu menatap keluar jendela mobil yang telah dibasahi oleh air mata langit. Suara hujan yang berisik, terdengar samar dibalik headset yang dipakainya, stakan bagian dari laga yang sedang didengar olehnya
Click
Gadis itu mengalihkan atenii pada handphone di tangannya, ada das notifikasi.
"Pagar last ditemukan di pesisir laut Tangerang dia membacanya dalam hati, lahu hanya mengabaikan notif ina dan mengecek notifikasi yang lainnya, notifikasi grup
OUR GANG:
"Alza Naaa aku kangen kamu ToT
"Filian: Tarlah Za, baru juga setengah Jam kita tadi dada dada sama Nasa
"Gisa Kita juge bekal Reteta Nayya lagi minggu depan kali Zana
"Alza: Tapikan semenit aje ga läst Naiya tuh duniani лавата Латра
"Kamu ini ya Za, aku kan bukan hilang Ande
"Aku akal serong naarin Ande
"Alza: Padahal harusnya semanggu Buran sekolah and Aste main Bareng T
"Gisa Ya gumana lagi, kakek netek Narya dahuluan booking Nasya ny
"Aran: Lain kall kita booking Narya setahun sebelum liburan haha
"Acra Jangan lugha ya Naa
"Marsa mungkin aka Anda
Navya menutup ponadnya
Dia melepaskan headset berwarna beige ita
Kembali menatap jendela, hujan sudah mereda, dan pemandangan kota telah berubah menjadi pepohonan lebut di kedua sisi jalan. Lala setelah beberapa menit mobil melaja dijalanan, terlihatlah pemukiman penduduk desa. Gadis ita merenung
"Dia masih tinggal disini ga ya hatinnya laku sebuah senyum tipis tersangging di wajah Nasya.
"Non, kita sudah sampai Narya tersadar dari lamunannya, mobilnya sudah berhenti didepan sebuah rumah yang halaman depannya di tanami banyak bunga. Matanya herbinar melihat sang kakek dan neneknya yang duduk di teras menunggunya, lahe is pun membuka pinta mobil.
"KAKEKS NENEK!" teriaknya, lalu berlari ke arah pasangan tua itu, imemeluk mereka penuh rindu
"Nasya kangen banget sama kakek nenek tazme"
"Kakek juga kangen sama kama, sekarang kama tambah tinggi ya lalu pria tua itu tertawa kecil.
"Ayo masuk, nenek udah bikinin dimsum loh"
"Beneran? Veyyy
"Non, ini tasnya saya taruh dimana?"tanya supir
"Sini, kakek aja yang bawa ocap kakek
"Tas aku berat, biar aku aja yang hawa sendiri kek, nanti pinggang kakek enoisk loh"
"Walaupon odah taa, kakek ini masih kuat tau" kakek menepuk dadanya dengan bangga
"Sini mas, biar saya yang bawa
Krek
Baru saja mengangkat tas milik Nasya tersebut, pinggang kakek sudah berteriak saja.
"Tuh kan kek, Nasya bilang juga apa, kakek ga nurut sih, sini aku aja"
"Nasyo" nenek datang dari arah dapur, memanggil nama cucunya dengan lembut, Nasya yang tengah bercanda ria dengan kakek pun menoleh.
"Iya nek" jawabnya.
"Ini, tolong anterin makanan ke rumah pak Rudi, kamu masih ingat jalannya kan?"
"Iya dong nek, Navya kan anak pinter" ucapnya dengan bangga dan mengambil kotak makan di tangan neneknya.
"Aku pergi sekarang ya!" dia pun berpamitan pada neneknya dan langsung bergegas pergi. Sunggah, hatinya saat ini berdetak tak karuan, dia berlari kecil di jalan desa sambil tersenyum senyum sendiri entah apa yang di pikirkannya.
Nasya sudah berjalan sekitar 2 menit dan akhirnya terlihatlah rumah berwarna biru muda di ujung jalan
"Finally!" batinnya.
Tok Tok! Tok!
"Kakek Rudi panggilnya, dia berdiri di ambang pinta, menunggu sang empunya rumah.
"Iya, siapa ya?" seorang pria tua keluar dari rumah itu, menyipitkan matanya untuk melihat lebih jelas. "Aku loh kek, Nasya" jawabnya
"Nasya? "lalu kakek Rudi pun memakai kacamata dengan tali yang tergantung di lehernya.
"Nasya siapa?" tanya kakek Rudi lagi.
"Nasya loh kek, Nasya temennya Yudha, Nasya anak paling pemberani yang selalu main sama Yudha dulu" jelasnya.
"Nasya temennya Yudha?" pria tua itu berpikir sejenak, mengingat ingat nama Nasya.
"Oh, Nasya! Nasya cucunya pak Heri?"
"Iya kek!"
"Tapi seingat kakek, Nasya gak setinggi kamu, lebih tinggi dari Yudha sih tapi gak setinggi kamu" kakek Rudi tampak kebingungan.
"Nasya makan banyak makanya cepet tinggi, lagian Nasya udah 17 tahun loh kek, terakhir kita ketemu kan pas Nasya masih TK" lalu ia tertawa kecil.
"Nasya udah gede ya?"
"Iyaaa kakekkk, oh iya, ini dimsum buatan nenek buat kakek" Nasya menyodorkan kotak makan yang dipegangnya pada kakek
Rudi
"Eh, Yudha nya ada di dalem gak kek?" tanya gadis itu
"Nggak nduk, tadi Yudha pamitan katanya mau ke rumah pohon" jawab pria tua itu. Mendengar kata 'rumah pohon' Nasya langsung teringat sesuatu di masa kecilnya.
Dia tersenyum sendiri.
"Nasya pamit dulu ya kek!" dia berlari kecil meninggalkan kediaman kakek Rudi, kakek Rudi yang melihat tingkah laku gadis muda itu pun hanya menggeleng gelengkan kepala.
"Semangat anak muda" ucapnya pada diri sendiri.
Kedua cucu adam dan hawa itu duduk di atap rumah pohon, menatap laut.
"Jadi itu ya yang namanya pagar laut, aku baru pertama kali liat langsung sih" ujar Nasya.
"Kamu tau apa itu?" tanya Yudha
"Aku tau dikit sih, aku gak terlalu tertarik sama ini tapi denger denger di berita pagar laut itu berguna hanges hiar ngalangin erosi gunung berapi dan bikin wilayah perairan jadi keliatan lebih teratur, kayaknya berguna aja sih" jawałmya. "
Nggak, kamu tau apa dampak lainnya?" Nasya menggelengkan kepala pertanda tidak tan atas pertanyaan Yudha.
"Memang menghalau erosi, tapi erosi bakal pindah ke wilayah lain, dan dampak terburuknya pagar laut itu ngerusak habitat terumbu karang, dan nelayan di desa ini jadi kesusahan karena harus materin dalu pagar itu buat keluar lewat pintunya" Nasya mendengarkan penjelasan Yudha dengan seksama.
"Malam itu, pas kakek sama beberapa warga mau pulang habis nangkep ikan, hujan badai dan ombaknya tinggi, awak perahu gabisa ngeliat jelas dimana pintu pagar lautnya dan nabrak pagar itu, kakek jatuh trus kena patahan bambu, badan kakek luka luka tapi untungnya gak parah, semenjak itu aku gak ngijinin kakek pergi lagi, dan aku benci banget sama pagar itu dan orang orang yang bikinnya, siapapun itu" Yudha menekankan kalimat terakhirnya.
"Udah coba laporin ke polisi?" tanya Nasya, dan dibalas anggukan kecil oleh Yudha.
"Tapi itu gak berguna, gak ada tindakan lanjutan dari polisi soalnya gak ada bukti siapa yang bikin pagar itu" Nasya menghela napas mendengar jawaban Yudha, dia mengeluarkan ponselnya dan memotret pagar laut itu.
"Kamu ngapain?" tanya Yudha.
"Fotoin pagarnya"
"Buat apa?" tanya cucu adam itu lagi.
"Nanti aja aku bilangnya, coba jelasin gimana kronologinya, maksudnya pas pertama pagar laut itu muncul
"Awalnya pas pagi, aku mau berenang ke laut buat ngeliat ikan ikan kecil di terumbu karang, tapi dari jauh aku ngeliat pagar itu, dan pas aku deketin pagarnya udah ngeblokir jalan ke laut, pagarnya makin meluas setiap hari dan... Terumbu karang di bawahnya rusak sampe ikan ikan yang tinggal di situ pergi jelas Yudha.
"Nah, aku punya ide" ujar Nasya"
"Ide apa?" Nasya hanya tersenyum mendengar pertanyaan Yudha.
Malam hari, jam 22:05.
"Pasang bambunya dulu" ujar salah seorang pria kepada teman temannya. Mereka tak menyadari, di atas mereka ada drone yang mengawasi.
"Jadi bapak bapak itu yang masang pagar lautnya" ujar Nasya, dia yang memegang kontrol drone itu, mereka bisa melihat jelas siapa saja yang berada di sana karena orang orang yang tengah sibuk memasang pagar laut itu menghidupkan senter sehingga cukup bisa terlihat jelas aktifitas mereka oleh kamera drone.
"Yudha, kamu kenal bapak bapak itu?" pertanyaan Nasya dibalas anggukan oleh Yudha.
"Mereka juga warga desa ini"
Nasya berdiri sendirian di pinggir jalan desa, memegang ponselnya. Lalu ada dua orang bapak bapak yang lewat dengan berjalan kaki.
"Eh pak, bapak kenal orang orang ini gak?" Nasya menghadang bapak bapak itu dan menunjukkan sebuah video yang sudah terputar di ponselnya, video pemantauan semalam. Kedua pria itu pun menyipitkan mata mereka, memerhatikan ponsel Nasya, terlihat agak bingung
"Gimana pak, kenal gak?" Nasya tersenyum menyeringai pada mereka. Saat menyadari bahwa yang ada di video itu adalah mereka, kedua pria itu menatap mata satu sama lain, menelan air liur mereka. Saat hendak kabur, mereka tiba tiba dihadang oleh warga desa yang bersembunyi disekitar sana.
"Hayoo mau kemana pak?" ucap salah seorang warga desa.
"Minggir kalian!" teriak salah satu bapak yang hendak kabur itu.
"Udahlah pak, nyerah aja, lagian kita punya bukti kok, dan komplotan kalian yang lain juga lagi dicari kok" ujar Nasya. Tapi saat ia lengah, salah seorang bapak bapak yang satu lagi menerjangnya dan merebut ponsel Nasya lalu melemparkannya dengan keras ke atas tanah.
"Heh pak! Itu HP hadiah ulang tahun saya loh!" kesal Nasya.
"Halah banyak cocot kamu! "lalu bapak itu menangkap Nasya, tangannya mencekik leher gadis itu. Sontak para warga yang ada disana pun terkejut dan panik hingga tak memerhatikan pelaku yang lain telah kabur.
"Pak pak! Itu bapak yang satu lagi kabur! Kejar paukh!" cengkeraman pria itu semakin mengerat di leher Nasya membuatnya sedikit kesakitan.
"Woi! Lepasin anak itu!" teriak salah satu warga desa.
"Kalo kalian mau saya lepasin anak ini, jangan kejar temen saya dan jangan berani beraninya kalian. melapor ke polisi" ucap bapak itu.
"Mana bisa gitu dong!" teriak warga yang lain.
"Jadi kalian mau anak ini mati saja!?" cengkeramannya mengerat, membuat Nasya meringis kesakitan.
Para warga desa itu dilema.
"Makannya lakukan apa yang saya kataka akh!" ada yang memukul punggungnya dengan keras, membuatnya kehilangan keseimbangan dan melepaskan Nasya, itu Yudha, dia pun menarik tangan Nasya ke belakangnya.
"TANGKAP MEREKA PAK!" teriak Yudha pada para warga, lalu beberapa warga mengejar pelaku yang kabur dan yang lainnya menangkap pelaku yang telah jatuh ke tanah akibat kesakitan.
"Na, kamu luka gak!?" Yudha tampak khawatir.
"Aku gapapa kok, agak sakit aja dileher" jawab Nasya dengan lemas.
"Kita ke klinik dulu" ucap Yudha.
"Gak, gapapa, ga usah"
"Tapi Na" kata kata Yudha terhenti karena Nasya membungkam mulutnya.
"Udah udah" ucapnya lalu berjalan ke tempat ponselnya terlempar dan memungutnya.
"Hp kamu rusak, bukti kita hilang" ucap Yudha dengan kecewa.
"Haha, nggak kok Yud, aku udah nyimpen videonya di laptop aku juga kok"
"Beneran??" pertanyaan Yudha dibalas anggukan oleh Nasya.
"Nah, sekarang kita ke kantor polisi, trus soal jaksa penuntutnya nanti aku yang urus deh, minta bantuan papa mama sih, hehe-ch" Yudha tiba tiba memeluk Nasya dengan erat, membuat gadis itu agak tersipu.
"Makasih Na, kamu udah bantuin aku dan desa ini, aku gak akan lupain jasa kamu"
"Iya iya, lagian kan desa ini juga rumah aku, harus bantuin dong" Nasya tertawa canggung.
"Eh btw kamu makin tinggi aja ya, perasaan pas kecil tinggian aku deh" Nasya keheranan. Lalu Yudha pun melepaskan pelukannya dan menatap mata Nasya.
"Ya masa aku kecil terus sih, dasar kamu ini, oh iya dulu kan kamu sering ngejek aku gara gara pendek, nih sekarang tinggian aku" Yudha tersenyum mengejek.
"Iya iya maap" ucap Nasya malas.
"Sungkem sama abang, dek" Yudha menepuk kepala Nasya pelan.
"Idih apaan sih" ucap Nasya ogah ogahan.
"Yok ke kantor polisi sekarang" Nasya pun berjalan pergi tanpa mendengarkan tanggapan Yudha lagi.
"Heh tungguin!" teriak Yudha dibelakang Nasya.