Cerpen Putri Mutya Mahira
(Disclaimer: Redaksi NGEWIYAK tidak mengubah/mengedit isi naskah lomba) |
“Pantai Horangi, Kota Puhe, Negara Tridra. Saat ini menjadi booming karena seekor duyung yang terlihat mun-“ Aluna bingung karena Khayla mematikan TV. “Loh, kok dimatikan sih Khay? Gimana tuh lanjutannya!” Ucap Aluna dengan nada yang kesal, Khayla hanya membalas dengan senyuman iseng. Aluna hanya menggelengkan kepalanya karena sudah terbiasa dengan kejahilan sahabatnya itu. “Aku dulu gapercaya banget tentang adanya duyung, eh ternyata itu ada di negara kita sendiri. Kau dulu gimana?” Tanya Khayla dengan wajah polosnya. “Ga kaget sih, soalnya aku pernah baca kalau hanya sekitar 20% lautan yang bisa diexplor dan 80% masih belum dijelajahi,” Jawab Aluna. “BTW, jangan lupa bangun subuh, habis salat Subuh kita langsung ke bandara. Huftt akhirnya kita lulus juga dari kampus itu, jadi kita bisa cepat pergi dari kota yang sesak ini.” Lanjut Aluna yang dibalas dengan anggukan kepala Khayla.
*****
Kota Puhe dikenal juga sebagai Kota Putri Pantai karena seekor duyung yang selalu muncul ke daratan, tepatnya di Pantai Horangi yang lokasinya tidak jauh dari bandara.
Khayla menghirup udara segar Kota Puhe, melihat-lihat sekeliling kota sembari menunggu Aluna membeli roti untuk mereka berdua. Saat melihat sekeliling Aluna melihat Pantai Horangi dari jauh, iya tiba-tiba teringat dengan berita yang sedang booming itu. Terlintas di pikirannya jika duyung itu selalu muncul ke daratan, mungkinkah di bawah laut sana sedang tidak baik-baik saja? Bagaimana jika ia sedang meminta pertolongan dan dia sedang terluka? Pikirannya pun pergi setelah Aluna memberikan roti khas buatan Kota Puhe yang berbentuk ekor ikan.
“Kita tinggal di rumah orang tua aku aja ya selama kita disini, biar hemat.” Ujar Aluna. Mereka berdua sudah memiliki rumah sendiri di Kota Yumu karena itu memang sudah menjadi cita-cita bersama sejak mereka berlibur ke Kota Yumu saat masih duduk di bangku Kelas 3 SD Kota Niapu. Mereka berjanji akan mempunyai rumah, suami, anak, dan pekerjaan di Kota Yumu. Namun, mereka merasa sedikit menyesal karena kota titik perjanjian mereka itu sekarang menjadi kota yang sangat sesak dengan jumlah penduduk yang sangat banyak dan gedung-gedung tinggi serta banyaknya perumahan kumuh yang dibangun dengan tidak beraturan. Tetapi karena rasa kesetiaan persahabatan yang sangat besar, mereka tetap menjalankan perjanjian itu.
*****
Sesampainya mereka di kamar rumah masa kecil Aluna, Khayla langsung merebahkan tubuhnya ke atas kasur, ia kekenyangan setelah dijamu oleh keluarga Aluna. Aluna masuk kamar dan duduk di bibir kasur sambil memainkan gawainya. “Ishh padahal pengen banget ke Pantai Horangi, eh malah udah bangkrut.” Ucap Aluna dengan wajah kesal. Khayla yang sedikit terkejut dengan perkataan Aluna langsung mencari berita di Browser, dan benar saja. “Pantai Horangi yang saat ini sedang menjadi topik hangat masyarakat, pada malam ini resmi ditutup dikarenakan warga setempat yang mengamuk dan menghancurkan fasilitas pantai.”
Khayla memberitahukan kepada Aluna tentang sebab bangkrutnya Pantai Horangi. “Apaan sih warga ngamuk-ngamuk begitu, dikira keren apa!” Teriak Aluna kesal. Khayla tiba-tiba teringat dengan seseorang yang ia temui di Masjid Al Faris Yumu.
*****
“Kak sumbangan seikhlasnya kak, saya tidak punya tempat tinggal kak, saya dan keluarga saya sudah tidak punya rumah kak.” Pinta seorang anak kecil laki-laki dengan tangan diikat tali yang tersambung di tangan adik perempuannya, ia mengikat tangan adiknya dengan tangannya karena adiknya buta. Khayla memang memiliki rasa empati yang sangat besar ia pun membuang muka dari anak laki-laki itu karena menangis, ia secepatnya menghapus air matanya dan mengajak kedua anak itu untuk makan bersama di restoran seberang masjid.
Sambil menunggu pesanan tiba, Khayla pun memulai pembicaraan, “Boleh saya bertanya, rumah kalian dimana dan mengapa kalian bisa kehilangan tempat tinggal kalian?” Tanya Khayla dengan suara bergetar. “Kami tinggal di desa terapung. Desa itu adalah tempat mata pencaharian kami, sumber penghasilan, serta tempat kami mencari pekerjaan. Saat itu kami sangat senang sekali karena desa kami selalu kedatangan tamu istimewa yaitu duyung yang selalu menghibur kami disaat sedih. Kami memberi dia nama Horangi, dan karena itu pula kami memberi nama desa ini Desa Apung Horangi. Tetapi.” Anak itu berhenti bicara setelah pelayan restoran meletakkan pesanan kami di meja. Wajahnya memancarkan kelaparan, matanya membinar dan mulutnya terbuka. Khayla pun mempersilahkan anak laki-laki itu makan, ia pun mulai makan dan tak lupa diawali dengan doa. Ia juga menyuapi adiknya ketika ia sedang mengunyah makanannya.
Setelah selesai makan Khayla bertanya nama anak itu, ia pun menjawab bahwa namanya Yudha dan adiknya Mutia. “Kak terimakasih ya buat makanannya, saya dan adik saya izin pergi ya kak.” Pamit Yudha, ia pun mencium tangan Khayla dan pergi bersama adiknya. Khayla sebenarnya masih penasaran kemana dia akan pergi dan bagaimana kelanjutan cerita yang terputus tadi, tetapi Khayla hanya memendam pertanyaan itu di otaknya sendiri, karena ia tidak bisa mengatakan apa-apa lagi selain memberi makan Yudha dan Mutia.
*****
“Loh Khay jangan nangis, kita bisa ke tempat wisata lain kok.” Ucap Aluna memecahkan pikiran Khayla. Khayla yang tersadar pun langsung menceritakan semua yang ia pikirkan sedari tadi. “Kita harus gunakan kemampuan kita untuk ini Khay!” Seru Aluna dengan wajah meyakinkan. Khayla dan Aluna adalah S1 Pembangunan Sosial dan Lingkungan .
“Ayok kita pergi kesana dan bertanya kepada warga desa sekitar.” Ajak Khayla.
*****
Sesampainya mereka di Desa Apung Horangi atau yang sekarang lebih dikenal dengan Pantai Horangi, Khayla dan Aluna pun mendatangi pos penjaga pantai dan bertanya tentang bagaimana Desa Apung Horangi bisa menghilang dan menjadi Pantai Horangi. Wajah penjaga tersebut pun sedikit terkejut, tetapi ia tidak bisa menjawab, ia hanya memberikan lokasi ketua umum Desa Horangi tinggal sekarang.
Di rumah ketua umum desa, Khayla dan Aluna pun mengeluarkan berbagai pertanyaan yang langsung dijawab oleh sang ketua umum desa dengan singkat, padat, dan jelas. “Saat desa itu masih ada, kami bukan hanya menjadi tetangga melainkan kami seperti keluarga sendiri. Susah senang kami bersama, mencari produk laut bersama, dan kami menjual serta membagi hasilnya bersama. Dan kami juga memiliki satu anggota yang sangat langka yaitu duyung yang bernama Horangi. Tetapi setelah ada seorang Vlogger berkunjung ke desa kami, orang-orang banyak berdatangan ke desa kami sehingga dagangan hasil laut kami pun selalu laku setiap harinya. Tapi beberapa hari setelahnya, desa kami terbakar dan kami pun terpencar kemana-mana, aku sudah tidak pernah berjumpa mereka lagi setelah kebakaran besar itu terjadi. Dan yang sangat membuatku marah adalah munculnya Pantai Horangi itu.” Jelas ketua umum.
*****
Di rumah, Aluna dan Khayla mencatat informasi dan rekaman suara penjelasan tentang hilangnya Desa Horangi, dan mengumpulkan hukum Negara Tridra yang berlaku untuk kejahatan ini.
Ibu Aluna masuk ke kamar setelah mendengar percakapan mereka berdua yang sedang membahas hilangnya Desa Apung Horangi. “CEO Pantai Horangi itu teman Ibu nak, ia memang mempunyai usaha wisata untuk tempat hiburan di kota ini, tetapi tempat wisatanya itu selalu sepi karena kalah dengan Desa Apung Horangi. Dia pun membakar desa itu dan mengusir warga sekitarnya. Ibu hanya bisa diam nak karena Ibu takut dia mengancam untuk membunuh ibu, tapi ibu juga kasian sama warga desa itu, makanya ibu panggil kamu sama Khayla kesini karena ibu percaya sama kemampuan kalian nak.” Ujar Ibu dengan wajah yang cemas dan suara yang lirih. Aluna pun memeluk menenangkan ibunya. Khayla melaporkan kejadian ini kepada kepolisian setempat.
*****
Di kantor Pengadilan terlihat para warga Desa Apung Horangi dan CEO Pantai Horangi datang ke Kantor Pengadilan Negeri Tridra. Ketua umum Desa Apung Horangi dan CEO Pantai Horangi pun duduk bersampingan di depan Hakim. Keduanya mengeluarkan pendapat masing-masing, tetapi hakim hanya menjatuhkan hukuman 9,8 tahun penjara dan denda sebesar Ph. 530.000.000.00. (Mata uang Negara Tridra).
Aluna melihat sepintas senyuman licik dari CEO Pantai Horangi dan Hakim. Aluna pun memberi tahu Khayla bahwa sidang pengadilan ini pasti dilakukan dengan sogok-menyogok. Khayla pun dengan suara yang sangat keras membacakan Pasal 3 Negara Tridra ayat 5 yang berbunyi, “Usaha yang merugikan banyak orang harus dikenakan sanksi Ph. 1.500.000.000.00 dan masa hukuman penjara selama 80 tahun!” Tegas Khayla dengan wajah yang memerah karena emosi yang sudah memenuhi tubuhnya.
Hakim yang mendengar itu pun dengan sigap mengubah hukuman penjara 9,8 tahun dan sanksi Ph. 530.000.000.00 menjadi hukuman penjara 80 tahun dan sanksi sebesar Ph. 1.500.000.000.00. Martil pun dibunyikan di atas meja hakim sebagai tanda bahwa hukuman tidak bisa diganggu gugat.
*****
Banyak orang-orang yang open donasi untuk membantu pembangunan ulang Desa Apung Horangi, Pemerintah Kota Puhe pun ikut turun tangan membantu proses pembangunan desa kembali.
Pantai Horangi resmi dihapus. Para warga Desa Apung Horangi pun kembali menjadi satu bersama seekor duyung kesayangan mereka. Tidak lupa pula mereka memberikan ucapan terimakasih kepada Khayla dan Aluna dengan makan sepuasnya tanpa bayar selamanya di Desa Apung Horangi. Mereka pun hidup dengan damai seperti sebelumnya.
Kekuasaan dan keuntungan bisnis bukanlah alasan untuk menghancurkan hidup orang lain. Janganlah iri dengan Rezeki dan kebahagiaan orang lain, sehingga merebut hak mereka! Selagi kita masih bisa bernafas maka kita bisa berusaha untuk mendapatkan itu dengan cara yang baik, dan tidak mengorbankan orang lain.