Saturday, March 8, 2025

Cerpen Lomba | Rahma | Buah Jatuh di Samping Pohonnya

Cerpen Rahma



(Disclaimer: Redaksi NGEWIYAK tidak mengubah/mengedit isi naskah lomba)


Kalau ada julukan yang paling baik, membanggakan, dan cukup terhormat yang didapatkan oleh pejabat dan pengusaha besar di negara ini, itu sudah pasti adalah julukan untuk Pak Johar–seorang pengusaha properti ternama yang juga mendapatkan kepercayaan pemerintah berkali-kali untuk mengelola suatu pembangunan. 


Julukan yang ia dapat adalah si pohon sementara anaknya–Bara–mendapatkan julukan si buah. Mereka berdua sering disangkut pautkan dengan peribahasa buah tak jatuh dari pohonnya, mengingat Bara memiliki kepribadian yang baik, sopan, dan pekerja keras sebagaimana ayahnya dikenal. Tidak seperti anak pengusaha kaya lainnya yang cenderung manja dan disuapi papa-mama, Bara ini dikenal berbeda.


Sebagai anak tunggal dari pengusaha besar, Bara menunjukkan budi yang sangat baik. Saat duduk dibangku sekolah, ia menolak supir pribadi dan memilih menaiki transport umum bersama teman-temannya. Alih-alih memilih kampus luar negeri, Bara masuk seleksi undangan kampus negeri di depok. Kepribadian Bara ini bisa menjadi inspirasi para penulis novel remaja yang menjadikannya tokoh utama kaya raya nan baik budi. 


Namun, ada juga yang beranggapan bahwa peribahasa buah dan pohon untuk Bara dan Pak Johar sebenarnya adalah sindiran. Beberapa karyawan yang bekerja dengan Pak Johar beranggapan bahwa citra yang ia tampilkan memang baik, tetapi dibalik semua itu Pak Johar seperti halnya para pengusaha lain yang hanya memikirkan keuntungan semata. Seringkali ia menyetujui pembangunan bisnis yang berdampak pada kerusakan dan kerugian rakyat kecil.


Beberapa orang mengaku bahwa bisa jadi Bara memiliki kepribadian serupa. Masyarakat tidak tahu bagaimana hubungan Bara dengan teman-temannya, kekasihnya, atau bahkan dengan kedua orang tuanya di dalam rumah. Orang-orang hanya mengetahui bagaimana Bara dan Pak Johar memiliki hobi berenang bersama setiap minggu, bagaimana mereka berdua membuat kejutan untuk ibu Bara dengan memasak kue bersama, hingga saat mereka jogging bersama setelah subuh. 


Bersamaan dengan itu di kampung nelayan, yang memiliki jarak sekitar 100km dari tempat Bara tinggal, mulai merasa heran dengan kedatangan orang-orang asing ke kampungnya. Mereka memasang pagar bambu di laut dengan bentuk yang agak membingungkan. Awalnya, para nelayan berasumsi ada pengusaha yang membuat tambak ikan, tetapi selain tidak adanya kabar yang sampai kepada mereka, pagar tersebut juga memiliki susunan dengan bentuk acak, tidak seperti tambak pada umumnya. 


Berminggu-minggu, bulan, hingga tahun, nelayan mulai resah dengan pagar laut yang membuat mereka harus berputar untuk mencari ikan. Suatu malam, para nelayan berkumpul di rumah Pak Kasmir, seorang nelayan senior yang dikenal bijak, tabah, dan pekerja keras. 


Malam itu saat para nelayan duduk di beranda rumah Pak Kasmir. Dita anak Pak Kasmir yang baru saja dinyatakan lolos perguruan tinggi, cepat-cepat membuat teh manis. Masyarakat dan para nelayan senang dan bangga kepada Dita, ia menjadi simbol semangat juang kampung nelayan yang memang lahir dari keluarga sederhana, tabah, dan pekerja keras. 


Neng Dita itu hasil dari buah kesabaranmu, lho, Pak” ujar salah satu nelayan 


Pak Kasmir mengangguk. Jauh di lubuk hatinya, ia masih merindukan si ujang, anak lelakinya yang dibawa kabur si istri pertama. Saat pendapatan nelayan sedang turun, istri pak Kasmir memilih kabur membawa anak mereka lalu menghilang tanpa kabar. Setelah dua tahun, Pak Kasmir dihubungi polisi bahwa mereka menemukan jasad istrinya sementara Ujang dinyatakan menghilang tidak ditemukan.


Perlu waktu lama bagi Pak Kasmir untuk kembali menikah dan membangun keluarga, hingga akhinya ia menikah lagi dan lahirlah Dita. Pada pertemuan para nelayan dengan Pak Kasmir, mereka sepakat untuk mencari lembaga bantuan yang dinilai lebih mampu untuk mencari tahu tentang si pagar laut. Keterbatasan ilmu dan kemampuan yang mereka miliki membuat mereka takut salah langkah atau dibodohi oleh si empu pemilik pagar laut tersebut. Dita yang mendengar dari dapur memberanikan diri untuk bergabung dan membuat strategi pencarian lembaga atau dinas yang bisa membantu mereka. 


Berbulan-bulan kemudian, Bara sudah lulus dari perguruan tinggi. Sambil mempersiapkan diri untuk lanjut ke jenjang pascasarjana, ia membantu ayahnya untuk mengelola langsung dan terjun ke lokasi bisnis, salah satunya adalah kampung nelayan. Pada kesempatan itu, Pak Johar sudah mulai mencium pergerakan warga untuk mengamati pagar laut sehingga ia mengirim putranya yang diyakini bisa menarik perhatian masyarakat.


Selama di kampung nelayan, Bara memutuskan untuk mendekati warga lokal. Ia ikut dalam banyak kegiatan, membuka banyak forum terkait peningkatan tangkapan bahari, hingga bujuk rayu keuntungan pagar laut sebagai masa depan kampung nelayan. Bujuk rayu Bara tentang manfaat pagar laut berhasil membuat warga ngangguk-ngangguk.


“Agar pantai tidak semakin terkikis, pagar laut bisa menahan abrasi” warga mengangguk-ngangguk.


“Menghindari desa ini dari potensi tsunami juga” warga mengangguk dengan ucapan panjang ahhhh


“Sebagai dasar reklamasi, memperluas daratan di masa yang akang datang” warga masih aaahh dilanjut ehhhh..


Wendi, bocah kecil yang dicap anak bodoh oleh warga, berceletuk “Tapi aku jadi gak jajan lagi, uang bapak habis buat beli bensin lebih banyak, untuk cari ikan perahunya harus berputar”


Keadaan hening, untuk kali pertama bocah itu tidak akan disebut bodoh. 


—--------------


Pernyataan Bara membuat warga kampung nelayan seakan mengheningkan cipta. Warga yang dalam hatinya tetap menolak takut untuk berpendapat karena bisa dianggap bodoh. Mereka saling menebak bahwa warga lainnya setuju. Hanya Wendi, si bodoh yang bebas bersuara, toh orang-orang akan menganggap omongannya bodoh meskipun masing-masing dari mereka diam-diam menyetujuinya. 


Namun, selain Wendi, diam-diam Dita juga menyiapkan banyak informasi untuk menolak segala yang Bara sampaikan. Puluhan kilometer pagar laut dipasang bukan oleh pemerintah, lalu setelah terjadi reklamasi siapa yang berhak atas daratan tersebut, si pembuat pagar? ya siapa?


Diam-diam Dita memendam banyak tanya, terlebih lagi selama berada di kampung nelayan, Bara tinggal di rumahnya. Diasuh oleh Pak Kasmir si nelayan senior yang paling baik budi. Keduanya cocok dalam banyak hal seperti sama-sama tidak kuat asap rokok, kiat meminum kopi hitam, hingga suka hal-hal terkait laut. Nelayan lain mengejek mereka dengan kalimat semacam jangan-jangan Bara dan Pak Kasmir adalah anak dan bapak yang terpisah.


Ejekan-ejekan tersebut membuat Pak Kasmir murung semalaman. Bara yang juga begadang mulai memancing arah kegalauan si nelayan tua itu. Bara khawatir Pak Kasmir masih memikirkan pagar laut dan memicu aksi masyarakat untuk mulai waspada kembali dan bertindak. Namun, hiburan yang diusahakan Bara sia-sia, ternyata Pak Kasmir ingat anak lelakinya, si Ujang. 


Pak Kasmir bercerita tentang si Ujang mulai dari ciri fisiknya seperti tanda lahir menyerupai bintang di bagian bahu, gigi belakangnya yang berbentuk sirip ikan, hingga dampal kakinya yang punya bekas luka dalam akibat terkena karang. Lalu menceritakan fakta unik seperti si Ujang yang alergi makan telor bebek, takut kegelapan, hingga tidak suka tidur memakai selimut. Cerita lengkap yang membawa Bara ikut melamun. 


Bersamaan dengan dua lelaki yang melamun itu, Dita menyusun banyak argumen dan bukti bahwa Bara adalah anak pengusaha pemilik pagar laut yang jelas hanya ingin meyakinkan warga demi kepentingan bisnisnya. Esok pagi Dita bersiap menjalankan perannya sebagai gadis baik hati yang mengadakan perjamuan dengan warga kampung nelayan lalu mempermalukan Bara di depan semua orang.


Sayangnya, malam itu Bara memasuki kamar. Dengan napas panjang ia memaksakan diri untuk mematikan lampu, memakai kaos kaki agar dampal kakinya terlindungi, memakai selimut meskipun sudah pasti ia akan banjir keringat. Dalam hatinya, ia beruntung tidak jadi berenang di pantai tadi sore sehingga tidak perlu membuka baju dan memperlihatkan bahunya.


Pikiran Bara berkecamuk hingga tak bisa tidur. Fakta tersembunyi bahwa selama ini ia memaksakan diri menjadi anak baik karena takut dibuang keluarga, mulai menghantui dirinya. Saat pagi tiba, Bu Kasmir menyediakan sarapan telor bebek. Tanpa menunggu penghuni lain bangun, ia menyantap lahap telor bebek dan pergi begitu saja tanpa pamit. Bara tahu, hanya perlu hitungan jam sampai seluruh tubuhnya dipenuhi rasa gatal. 


Pagi itu semua orang memiliki masalahnya sendiri. Para nelayan yang masih kebingungan untuk bertindak, Pak Kasmir yang merindukan si Ujang, Dita yang harus merelakan rencananya gagal karena Bara tiba-tiba menghilang, dan tentu saja Bara yang harus memilih menjadi buah dari pohon apa. Buah dari pohon kasmir yang dikenal sebagai pohon harapan atau buah dari pohon Johar yang kayunya terkenal keras.