Saturday, March 8, 2025

Cerpen Lomba | Rehan Maulana Madlapi | Pagar Laut

 Cerpen Rehan Maulana Madlapi



(Disclaimer: Redaksi NGEWIYAK tidak mengubah/mengedit isi naskah lomba)


Namaku Kholid Abdurahman berusia 17 tahun, ayahku seorang nelayan dan ibuku menjual ikan-ikannya di pasar, aku memiliki satu adik laki-laki bernama Kholil dia duduk dibangku kelas 5 SD. Kondisi ekonomi keluarga kami baik-baik saja sebelum akhirnya ada suatu musibah yang mengganggu perekonomian keluarga kecil kami.


Di suatu malam Kholil berteriak.


“Paak, aku dapat nilai 100 diujian mata pelajaran matematika loh” Ucap Kholil dengan bangga.. “Wah anak bapak pinter banget, nanti kita makan enak ya, kita makan kepiting buatan ibu kesukaan kamu tuh, kebetulan tadi ayah dapet kepiting yang gede”. Kata ayah dengan nada senangnya.


“Asik makan kepiting” ucap Kholil.


“Bapak, Kholil, makan malam nya udah siap nih”.


“Enak banget, masakan ibu, ngga ada lawannya”. Ucapku.


“Alhamdulillah, bersyukur kita masih diberi rezeki makan yang enak, kalo udah makannya, sikat gigi sana sama adik abis itu tidur, besok kan sekolah” Ucap Ibu sambil membereskan meja makan.


“Iya bu” ucapku.


Setelah itu Kholil dan aku pergi ke kamar untuk tidur tetapi tidak dengan bapak yang sedang melamun di depan teras rumah. Setelah membersihkan meja makan Ibu pun melihat bapak yang sedang duduk didepan teras rumah ia pun menghampirinya dan berkata.


“Kenapa pak?” tanya ibu.

 

“Besok kamu nggak jualan dulu soalnya aku hanya dapat ikan sedikit akhir-akhir ini, cuma cukup buat kita makan saja”


“Nggak jualan sekali gapapa atuh yah” Ucap ibu sambil tersenyum “Gara-gara pagar itu ya pak?” tanya ibu.


“Iya Bu, apa nyari kerjaan lain aja kali ya? Gabisa kita kalau begini terus, keperluan sekolah juga banyak apalagi Kholid bentar lagi mau lulus SMA” ucap ayah sambil kebingungan.


“Gimana atuh pak cari kerja sekarang pun ga gampang dapetnya mungkin besok Ibu cari kerja sampingan dulu di pasar yah, sekarang kita sabar dulu aja semoga pagarnya segera dicabut”. Ucap ibu


“Aamiin bu” ucap ayah.


Keesokan dipagi harinya


“Kholil ayo bangun nak sholat subuh” ucap ibu sambil menepuk-nepuk anaknya. “Loh kok kamu demam Nak” tanya ibu kepada Kholil.


“Iya Bu kepala aku pusing banget sama mual juga” ucap Kholil sambil kesakitan. “Aduh, kalau begitu jangan sekolah dulu, nanti siang kita berobat ya” ucap ibu dengan sedikit panik.


“Aduh gimana ini, bapak udah pergi kelaut” ucap ibu dalam hatinya


Pada siang harinya sebelum berangkat ke dokter hidung Kholil mengeluarkan darah yang banyak , ibu pun panik.


“Ya allah nak, kamu kenapa bisa tiba-tiba begini, semalam kamu kan ga kenapa- napa” ucap ibu dengan nada sedih.


“Maaf ya ibu jadi ngerepotin padahal ibu sama bapak lagi kekurangan uang tapi aku malah sakit” ucap Kholil sambil menangis. “Apaasih nak, jangan ngomong kayak gitu ibu sama bapak kerja juga buat kamu sama Abang, udah jangan mikirin ibu sama bapak, sekarang kita berobat dulu ya nak” ucap ibu juga sambil menangis.


Mereka pun pergi ke klinik untuk berobat dengan diantar tukang ojek Setibanya diklinik,


“Ini tipes bu harus dirawat, ibu mau gimana? keputusan ada di ibu” ucap dokter tersebut. “Dirawat berapa hari dok? Dan harganya berapa kira-kira?” Tanya ibu.


“3 hari ya ibu kira-kira, untuk harganya kurang lebih dua jutaan, yah harga jangan dipikirkan dulu Bu yang penting anak ibu harus dirawat terlebih dahulu” ucap dokter.


“Gak dipikirin gimana emangnya 2juta itu kaya daun yang mudah dicari?!” ucap ibu dalam hati.


“Kalau begitu apakah boleh saya minta obat peredanya terlebih dahulu?” tanya ibu.


“Maaf ibu tidak bisa, kami tidak bisa asal memberikan obat untuk pasien, soalnya anak ibu itu harus dirawat terlebih dahulu” ucap seorang yang berpendidikan tinggi itu.


“Baik dokter terimakasih” ucap ibu lalu keluar dari ruangan.


Ibu pulang dengan keadaan yang sangat sedih dan entah bagaimana caranya agar ibu bisa menyembuhkan adik.


Setibanya di rumah ibuku hanya bisa menangis terisak-isak melihat anaknya yang berbaring kesakitan, beberapa saat kemudian secara tiba-tiba ibu berpikir untuk meminjam uang kepada tetangganya.


“Assalamuaa’laikum, permisi mba” ucap ibu sambil mengetuk pintu rumah. “Wa’alaikumsalam eh ibu, ada apa ya Bu?” tanya tetangganya.

 

“Saya mau minta tolong mbak, apa boleh saya pinjam uang mbak? Anak saya Kholil sedang sakit harus dirawat tapi saya sedang tidak ada uang, akhir-akhir ini suami saya jarang dapat ikan jadi nggak ada buat dijualnya” ucap ibu dengan nada yang memohon.


"Memangnya Kholil sakit apa emang Bu? Dan ibu butuh berapa?” tanya tetangga. “Sakit tipes mbak, saya butuh satu juta aja mbak” ucap ibu.


“Aduh maaf Bu satu juta saya ngga punya Bu, mohon maaf ya ibu bukannya saya gamau bantuin, tapikan ya tau sendiri kan Bu, suami saya juga kan nelayan sama kaya suami ibu, kami juga jarang dapat ikan karena pagar laut itu entah kapan pagar itu dicabut sangat meresahkan para nelayan, niat kami sekeluarga sih mau pindah rumah aja Bu, soalnya disini sudah lumayan susahlah itungannya buat dapat ikan”


“Oh begitu ya mbak, yaudah maaf sudah menganggu ya mbak” ucap ibu dengan penuh kehilangan harapan.


“Oh iya Bu, coba ibu pinjam sama Bu Yuni katanya dia abis dapet gusuran tanah Bu” ucap tetangga itu.


“Ohiyakah mbak makasih, nanti saya coba ke sana”.


Mengetahui informasi tersebut ibu langsung melangkahkan kaki dengan cepat untuk pergi ke rumah Bu Yuni.


Setibanya disana, ibu pun mengucapkan salam seperti pada umumnya “Assalamu’alaikum, permisi ibu” teriakan salam dari ibu,


Namun tidak ada jawaban.


“Assalamu’alaikum, permisi ibu”


teriakan salam dari ibu namun tidak ada jawaban lagi dari rumah tersebut, tampak hening isi dalam rumah tersebut ibu pun bingung namun ada seseorang dibelakangnya berkata

 

“Nyari Bu Yuni ya Bu?” ucap seorang ibu-ibu paruh baya yang entah datang dari mana.


“Iya Bu lagi pada kemana ya? Kayanya sepi banget rumahnya” ucap ibu sambil terheran.


“Oh ibu nggak tahu ya? Bu Yuni kan sudah pindah rumah sedari dua hari yang lalu, dan sekarang rumah itu kosong sekaligus dijual juga, sekarang banyak orang- orang sini yang pindah Bu, karena dirasa susah buat nyari ikan disini, kan tau sendiri Bu mayoritas disini profesinya nelayan” ucap ibu-ibu paruh baya tersebut.


"oh sudah pindah rumah ya Bu, yaudah makasih ya Bu kalo gitu saya mau pamit dulu, mari Bu” ucap ibu dengan rasa penuh kesal, sedih, bingung, hancur, semua rasa yang menyakitkan tercampur aduk.


Diperjalanan pulang ibu hanya bisa merenungkan apa yang harus dia lakukan, ibu berpaling dan tak sengaja melihat seekor kepiting besar yang telah mati, kepiting tersebut mati dalam keadaan cangkang yang terpisah, seketika perasaan ibu menjadi tidak enak dan langsung berlari menuju rumah.


Setibanya ibu dirumah tanpa basa basi ibu langsung menuju kamar Kholil, lalu dengan penuh rasa kaget melihat Kholil yang jatuh dari kasurnya dengan keadaan yang sangat menyedihkan dan penuh darah.


“Astagfirullah ya Allah nak sayang Kholil kamu gapapa nak? Sayang? Jawab ibu nak sayang? Kholil? Jawab ibu nak!” teriak ibu dengan penuh rasa putus asa.


Pada saat itu ibu hanya bisa menangis, selama dua jam Kholil dipeluk ibu karena ibu tahu sesampainya di rumah pada saat itu Kholil sudah tidak ada di muka bumi ini, ibu hanya tidak berani untuk mengakuinya. Yang ibu lakukan hanya menangis sambil memeluk Kholil sampai aku pulang dari sekolah.

 

Beberapa hari setelah kepergian Kholil, kami menjual rumah dan pindah ke tempat yang lebih baik. Disana kami hidup seperti biasa, bapak sudah dapat pekerjaan yang baik dan ibu berjualan kue, namun hal itu tidak bisa menjadi obat untuk menutupi rasa duka atas kehilangan Kholil.