Cerpen Ria Febriani Br Tarigan
(Disclaimer: Redaksi NGEWIYAK tidak mengubah/mengedit isi naskah lomba)
Hujan deras mengguyur kota Jakarta sore itu, seolah olah dia tau perasaan seorang wanita yang baru saja putus cinta. Grace, cewe sma yang baru saja merasakan patah hati pertama di hidupnya. Sore itu, dia menatap hujan dengan sejuta harapan di matanya. Tak terasa Grace sudah menatap hujan hingga malam, ia mulai membaringkan dirinya di tempat tidur. Matanya mulai terpejam, membawa Grace ke suatu pantai dengan pagar laut yang membentang panjang di depannya. Grace mulai berjalan melihat sekitar, dengan perasaan terpuruk yang terus menghantui dirinya. Pandangannya mulai tidak fokus, dan "brukk!" Grace menabrak seorang lelaki tampan dengan kalung bulan di lehernya. "Eh maaf maaf" ucap Grace merasa bersalah, "Gapapa, kamu gapapa?" balas laki-laki itu dengan senyum dan lesung pipi indah di wajahnya. "Gapapa, aku Grace" Grace mulai menjulurkan tangannya pada laki-laki itu.
Tak sempat mendengar nama laki-laki itu, Grace terbangun dari tidurnya. "Grace, bangun nak, udah pagi" ucap wanita paruh baya yang ternyata adalah bundanya. "Iya nda" Grace langsung beranjak dari tempat tidurnya, bersiap siap untuk pergi ke sekolah. Grace tidak fokus dengan sekitarnya, apalagi dengan pembelajaran matematika di hari Selasa pagi itu. Lonceng istirahat terdengar memenuhi ruang kelas, Grace mulai lega mendengarnya. Grace beranjak dari tempat duduknya bersama teman dekatnya itu, Alaya. "Grace, lo gapapa kan?" ucap Alaya yang mencoba memulai percakapan dengan Grace, "Gapapa la, lagi kangen haliq aja" balas Grace tanpa melihat ke arah temannya itu. "Haliq Haliq, hati temen gue udah nyangkut nih di lo" ucap Alaya pelan. Mereka melanjutkan perjalanan mereka menuju kantin. Di tengah perjalanan, langkah Grace terlihat berhenti. "Kenapa Grace?" Ucap Alaya yang juga menghentikan langkahnya, "Haliq la" suara Grace terdengar pelan dan kecewa. Ternyata Haliq sedang duduk dengan kekasih barunya, padahal belum ada satu bulan Haliq dan Grace mengakhiri hubungan mereka.
Hari itu berlalu begitu menyedihkan, hingga lonceng pulang sekolah berbunyi. Perasaan Grace tak karuan, seakan ada bunga mawar penuh duri yang melilit hatinya. Ntah kenapa, Grace hari itu sangat ingin melihat laut. Akhirnya dia memilih untuk pergi sendiri, sekedar mencari ketenangan di era broken heart nya. Dia duduk di salah satu pojok pantai, mendengarkan desir ombak laut yang menenangkan. Cukup aneh bagi Grace melihat laut di depannya, laut dengan pagar laut membentang di hadapan Grace. Tiba-tiba seorang laki-laki duduk di sebelahnya, "hai,
kita ketemu lagi" ucap laki-laki itu sembari tersenyum. Grace tampak kebingungan, tapi dia merasa laki-laki itu tak asing di pikirannya. Grace menatap laki-laki itu penuh tanda tanya, dia mulai menyadari suatu hal. Senyum itu, lesung pipi itu, oh ya, kalung bulan di leher laki-laki itu. "kamu.." ucap Grace dan mengerutkan dahinya. "Aku samudra, salam kenal Grace" balas samudra memotong omongan Grace. Hal ini aneh, pertama Grace merasa bertemu laki-laki itu di mimpinya tadi malam, Kedua laki-laki itu sudah tau namanya, padahal Grace belum memberitahu laki-laki itu, dan ketiga ia juga baru menyadari pagar laut ini sama dengan kejadian di mimpinya. Grace hanya tersenyum tipis dan mulai kembali menatap laut, Grace mencoba menghiraukan hal hal aneh itu. "Kamu kenapa?" ucap laki-laki bernama Samudra di sampingnya itu, "emang kenapa? Terlihat tidak kenapa-napa ya?" Grace mulai mengalihkan pandangannya pada Samudra. "tidak, hanya tatapan mu terlihat penuh kesedihan" balas Samudra. Grace terdiam sejenak dan menunduk, Samudra beranjak dari duduknya dan memberi tangannya pada Grace. Ntah kenapa saat itu Grace langsung memberikan tangannya, seolah olah tangan Grace bergerak sendiri. Grace mengikuti Samudra, sadar akan hal tersebut Grace bertanya "kita kemana?". "Ke suatu tempat" Ucap Samudra, Grace melihat jam tangannya. "Maaf Samudra, aku harus pergi" ucap Grace dan segera pergi meninggalkan Samudra di tempat itu. Samudra tersenyum tipis "sampai jumpa Grace" ucapnya pelan. Pertemuan singkat itu memberi banyak tanda tanya pada Grace, siapa Samudra sebenarnya. Satu minggu berlalu, pikiran Grace tak karuan. Kembali malam membawa Grace ke tempat dimana laut dengan pagar laut panjang kembali terlihat di pandangannya. "Hai Grace, kita bertemu lagi" Suara laki-laki yang tak asing terdengar dari belakang Grace, Grace mecoba melihat siapa orang itu. Tebakkan Grace benar, itu Samudra.
Mimpi membawa Grace menghabiskan malamnya dengan Samudra, mimpi itu membuat tanda tanya Grace semakin menumpuk. Sampai akhirnya Grace tak tahan lagi, dia kembali ke pantai itu. Sungguh mengejutkan, sosok yang dia cari berdiri di depannya menghadap laut yang terbentang luas. "Samudra!" seru Grace, "Grace, kamu disini" balas Samudra dengan senyum khasnya. Mereka berbincang banyak hari itu, membahas segala hal tanpa ujung. Sampai akhirnya Grace bertanya "Samudra, sebenarnya kamu siapa", "aku sudah menebak kamu akan bertanya ini kepadaku Grace" Ucap Samudra menatap laut dengan senyuman yang masih terpasang di wajahnya. "jadi.." ucap Grace yang sangat berharap banyak atas jawaban Samudra. Samudra memberitahu sesuatu kepada Grace, ternyata Samudra adalah anak nelayan yang sudah lama tinggal di sini. Ayah Samudra telah tiada karna sakit yang menimpanya, karna pagar laut disana
ayah Samudra sulit untuk mengumpulkan biaya pengobatan. Samudra sangat terpuruk saat itu, dia membenci garis panjang yang telah membiarkan ayahnya pergi meninggalkannya. "Setiap hari aku datang ke tempat ini, mencoba berdamai dengan segala luka yang telah di berikan kepada ku" Tanpa sadar Samudra meneteskan air matanya. Grace terdiam sejenak, menghapus air mata Samudra dengan tangan halusnya. Semakin banyak waktu yang mereka lewati bersama, itu membangun rasa pada diri mereka masing-masing. Bahkan keduanya sudah mengetahui hal tersebut, grace dan Samudra adalah dua insan yang di persatukan laut. Ada waktu dimana Samudra berdiri menghadap laut diantara gelap malam, tak lama seorang laki-laki mendatangi Samudra. "Malam Samudra, Jangan sampai engkau lupa dengan keluarga mu" ucap laki-laki itu pada Samudra. "Telah lama aku menyimpan ini semua" balas Samudra pelan diantara suara angin malam yang dingin. Waktu demi waktu berlalu, Grace merasa ada yang berbeda dengan Samudra.
Kembali mereka bertemu di pantai itu, Grace mencoba memecah keheningan mereka. "Samudra, dingin ya" ucap Grace dan mulai melihat Samudra. "Iya" balas Samudra tanpa memberikan pandangannya kepada Grace. "Dingin ini terasa berputar diantara hubungan kita, apa kamu merasa seperti itu?" Grace mengalihkan pandangannya kepada laut. "Sepertinya kita harus mengakhiri hubungan kita, aku telah bertemu wanita yang tepat untuk ku Grace" Samudra mulai menatap Grace yang mencoba mencerna apa yang dikatakan Samudra. "Siapa Samudra?" lirih Grace dengan mata yang penuh harapan akan jawaban Samudra, "kamu tak perlu tau, aku hanya tak ingin bersama wanita dari keluarga egois yang mementingkan kekayaan" kembali Samudra mengeluarkan kata yang sulit di cerna oleh Grace. "Maksut kamu?" suara Grace tak terdengar jelas, pipinya dibanjiri air mata. Samudra pergi meninggalkan Grace sendiri di sana, dibawah langit oranye yang tak lama lagi kan gelap. Tangis Grace tak karuan, Pikiran nya kacau. Sampai suara langkah kaki terdengar mendekati Grace, mungkin Samudra kembali mendatangi Grace. Dengan cepat Grace mengarahkan pandangannya ke belakang, harapannya pudar. "Haliq?" Grace menghapus air mata di pipinya, "iya Grace, gapapa nangis aja" ucap Haliq yang mulai duduk di samping Grace. "Kamu kenapa disni?" suara Grace yang belum stabil mencoba bertanya kepada Haliq. "Ingin melihat keadaan seseorang" balas Haliq, "siapa? dia disini?" ucap Grace sembari melihat sekitarnya. "Kamu" kata yang di lontarkan Haliq berhasil membuat Grace terdiam sejenak, Grace bingung bagaimana Haliq tau dia disini. Haliq kembali berkata sesuatu kepada Grace "Samudra berbohong, dia tak pernah berdamai dengan laut dan pagar yang
membentang panjang itu. Ayah kamu ikut dalam pemasangan pagar itu Grace, dan dia sudah tau sebelum kamu bertemu dengannya. Semua rasa hangat itu adalah api dendam Samudra atas apa yang telah terjadi kepada ayahnya. Maaf aku baru memberi tau mu sekarang". Grace tak bisa berkata apapun lagi, dia membisu dengan segala fakta yang baru dia ketahui. Hari itu sangat membekas bagi Grace, sulit melupakan kejadian tersebut. Bertahun tahun Grace melewati masa sulit untuk mencoba berdamai dengan kejadian itu. Grace baru saja membuat buku pertama yang berhasil dia terbitkan, saat pergi ke tempat percetakan Grace berpapasan dengan seseorang. Seseorang dengan senyum khas, lesung pipi, dan kalung bulan di lehernya. "Samudra?" ucap Grace pelan, tak sempat memanggil, laki-laki itu tak terlihat lagi. Seakan-akan di sembunyikan oleh semesta.