Cerpen Ridho Novian
(Disclaimer: Redaksi NGEWIYAK tidak mengubah/mengedit isi naskah lomba) |
Pagi ini matahari sedikit terlambat bertugas dikarenakan awan yang begitu gelap dan tebal telah memenuhi langit sejak subuh tadi.Angin sepoy sepoy menerpa wajahku.Rambut panjangku berkibar laksana bendera.Rumahku terletak di daerah pesisir,tetapi hal itu tidak membuatku antusias.Pasalnya tepian pantai di desaku terdapat barisan pagar panjang yang terbuat dari bambu.Entah siapa yang berinisiatif memasang nya.
Menurutku pemasangan pagar bambu ini cukup membuat warga menjadi kesusahan.Para warga yang mayoritasnya bekerja sebagai nelayan jadi harus menemouh jarak yang lebih jauh menuju desa sebelah demi sampai ke laut.Aku pun tidak suka jika mereka menjadi kesulitan karena pagar jelek ini.Banyak warga serta nelayan yang komplain kepada Pak Kades.Tapi Pak Kades selalu memberi alasan yang menurutku kurang relevan.
“Bapak- bapak...Tenang.Air laut sudah mulai naik.Jadi,setidaknya,jangan sampai ada yang memiliki kapal atau gubug di tepi pantai.Supaya gak ikut keseret ombak.”Kurang lebih itu yang kudengar dari Bapak tadi pagi saat sarapan.
Bukankah,jika air laut naik,warga dan mayarakat desa harus mencari tempat yang lebih tinggi?Bukankah itu lebih penting?Kenapa Pak Kades tidak menghimbau para warga agar pindah?Keselamatan nomor satu!Soal pekerjaan bisa dipikir belakangan.
“Yann....Sini bantu Ibu masak!”Suara ibu membuyarkan lamunanku.
“Iya,Bu!Iyan kesana!”Sahutku menurutinya.
Namaku Iyan.Aku adalah anak perempuan tunggal di dalam keluargaku.Ayahku adalah seorang nelayan ulung sementara Ibuku adalah ibu rumah tangga paling hebat didunia.Aku yang berada di depan rumah segera masuk menuju dapur.Rumahku tidak bisa dibilang besar.Tapi juga tidak kecil.Terbuat dari kayu Jati dan bata merah yang berukuran 36 meter persegi.
Aku telah sampai didapur dimana Ibu sedang memasak ikan untuk bekal sekolah ku dan bekal Bapak kelaut.
“Ibu..Ada yang bisa kubantu?”Tanyaku saat sudah dibelakang Ibu.
“Ini,tolong beliin cabai ¼ dan 1/5 kilo garam halus di toko sebelah.”Perintah Ibu padaku.
Aku lalu menerima uang yang disodorkan oleh Ibu dan berjalan menuju toko kelontong yang ada disebelah rumahku.Tak perlu waktu lama,Aku telah sampai di dapur dengan membawakan pesanan Ibu.
“Ini Bu..”Aku menyerahkan kantong plastik berwarna putih bening kepada Ibu.
“Terima kasih banyak anakku sayang”Ibu menerima kantong plastik itu sambil tersenyum menatapku.Aku kemudian berjalan menuju ruang keluarga yang sekaligus ruang tamu untuk menonton Televisi,sekalian menunggu bekalku siap.
Saat ini sekolahku sedang ada perbaikan ruang kelas yang kemarin bocor karena hujan badai pada sore hari,yang menyebabkan kelas di bagi menjadi dua gelombang.Gelombang pertama dari absen 1 sampai dengan 15,berangkat jam 6:23 sampai jam 10:15.Sementara gelombang kedua dari absen 16 sampai dengan absen 31 mulai jam 10:20 sampai 11:25.Beruntung nya Aku mendapat gelombang kedua dan berangkat agak siang.
“Yan..Ini bekalnya sudah siap!”Ibu berseru dari dapur.Belum sempat Aku menyalakan Televisi,Ibu sudah memanggil.Belum juga duduk!Aku pun mengambil bekalku yang berada di dapur.Setelah mengambil bekal dari Ibu,Aku segera menaiki sepeda menuju sekolah yang berjarak 1 km dari rumahku.
Butuh 5 sampai 6 menit jika menggunakan sepeda.Walaupun menaiki sepeda sudah menjadi makanan sehari-hariku,tetap saja melelahkan dan sulit jika jalanan yang kulewati sudah rusak serta berlubang dibanyak tempat.Pukul 10:21,Aku sampai diparkiran sekolah.Teman-temanku dari gelombang pertama sedang bersiap menaiki sepeda saat aku sampai di sana.Untung gak telat.Setelah memarkirkan sepeda,Aku berjalan menyusuri lorong menuju kelas 5-A yang berada disebelah ruang koperasi sekolah.
“Assalamualaikum!”Ucapku saat membuka pintu kelas.
“WAALAIKUMSALAM!”Teman teman yang satu gelombang denganku menjawab salam setelah Aku masuk runang kelas.
“Yan!Sini!Pas banget!Untung kamu gak telat!”Laila,teman sebangku ku berujar antusias.
“Ya”Aku menuju tempat duduk ku yang berada di sebelahnya.
“Yan..”Laila berbisik pelan.
“Apa?”Tatapku saat Laila memanggil.
“Kamu tahu gak?Kemarin,aku nonton prediksi cuaca dari BMKG.Terus katanya hari ini akan ada hujan badai di laut jawa.Ayahku bersama nelayan yang lain melakukan upacara sedekah laut dan berdo’a agar mendapat keselamatan tadi.Katanya sih, agar saat menjaring ikan,badai tidak terjadi.Semoga saja,para nelayan baik-baik saja.Aaamiin.”Laila menjelaskan dengan mimik muka cemas.Aku jadi khawatir terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Setelah itu,Guru masuk dan jam pelajaran pun dimulai.Sementara itu,dirumah Ibu sedang menyapu halaman depan rumah.Saat itu langit sudah sangat gelap dan petir bergemuruh.Ibu menatap langit yang gelap.
‘Kok tumben,gelap banget,ya...’Batin Ibu cemas.Ia lalu menelepon Bapak.
Tuutt...
“Halo?Pak..Kalo bisa pulangnya agak cepet yaa..Ibu khawatir.Soalnya langitnya tambah gelap..”Ibu berbicara dengan suara cemas.
“Iya,Bu..Gak usah cemas..Paling cuma badai kecil.Tadi sebelum berlayar,kami sudah melarungkan sedekah laut supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.Sudah ya,Bu.Jangan telepon lagi, soalnya Bapak sibuk ini.Nanti internetnya Bapak matiin.Jadi jangan telepon dulu,Ya?Yaudah.Wassalamualaikum.”Bapak menjawab dengan satu kalimat singkat dan segera mengakhiri telepon.
“Waalaikumsalam.”Ibu mengakhiri telepon.
Gerimis mulai turun saat Ibu selesai menelepon.Ibu segera masuk rumah.Di dalam,Ibu menyalakan TV dan mencari channel berita tentang cuaca hari ini.
“Cuaca hari ini cukup buruk.Bagi para penduduk pesisir dimohon berhati-hati karena BMKG baru saja mendeteksi gempa besar berskala 9,5 Skala Ricter yang terjadi dilaut Jawa.Diduga akan ada tsunami dengan tinggi lebih dari 290 meter yang akan menghantam pesisir jawa barat hingga jawa timur.”Pembawa acara segera menjelaskan saat Ibu menonton berita terkini itu.
Ibu bagai disambar petir begitu mendengar berita itu.Kemudian,Ibu dengan cepat berkemas dan memasukkan berbagai pakaian milik Bapak,milikku,dan miliknya sendiri serta memasukkan berbagai dokumen penting dan semua uang yang ada di dalam rumah kedalam tas besar.Ibu mengirim pesan kepada Bapak agar pergi kerumah Nenek saat pulang dari laut.’semoga Bapak selamat.’Batin Ibu.
Ibu berlari kecil menuju motor yang ada di depan rumah.Saat itu Ibu sudah mulai menangis.Lalu Ibu mengendarai motornya menuju sekolah ku demi menjemputku.Hanya butuh 2 ½ menit untuk Ibu sampai ke sekolah.Jam pelajaran pertama telah usai saat Ibu memenggil ku.Kami lalu pergi meminta izin kepada Kepsek untuk pergi kerumah Nenek.
Tidak ada himbauan sedikit pun dari pemerintah setempat.Aku dan Ibu sudah berada dijalan terakhir desa menuju rumah Nenek.
“Ibu... Kita mau kemana?”Saat itu Aku belum tahu apa yang terjadi.
“Kita akan pergi kerumah Nenek.”Ibu menjawab sambil mengendarai motornya.
Saat tiba di pertigaan menuju rumah Nenek,jalan yang kami tapaki bergetar lumayan keras selama 10 detik.
“Bu.... Apa yang terjadi?”Aku mulai takut.
“I-Ibu....Ti-Tidak tahu...”Ibu terisak.
Di pantai,air yang semola berombak,mulai surut dengan cepat menjauhi pagar bambu.Sejauh 280 meter lebih air laut terus menyusut seperti di sedot oleh penyedot debu raksasa.Para nelayan yang berada hampir ditengah laut menyadari bahwa air laut saat itu sangat tenang.Bapakku yang pertama kali menyadari hal itu,sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.Ia mengirim pesan pada Ibu bahwa ia sangat menyayangi mereka, dan tidak pernah sekalipun Bapak membenci mereka,serta Bapak menitipkan Aku pada Ibu.
Kemudian,ombak super besar menelan para nelayan.Ombak itu terus melaju menuju pantai dengan kecepatan 350 meter/menit.Walau tidak begitu cepat,ombak itu sangat besar bahkan melebihi gedung yang ada di kota.Saat mencapai pantai, tinggi ombak itu sudah menurun hingga 300 meter.Ia menyapu bersih apa yang dilewatinya.Bahkan rumahku yang memiliki tiang pun musnah tanpa sisa.
Rumah Nenek berada di dataran tinggi,yaitu bukit.Setelah pertigaan tadi,belok kanan terus dan jalurnya akan mulai menanjak seiring ditempuh nya perjalanan.Pastinya akan aman dari banjir pasca tsunami besar.Ombak besartadi telah menjadi banjir saat mencapai sekolahku.Jadinya sekolah pun harus diperbaiki lebih banyak karena banjir tersebut.Pak Kepsek yang berada diruangannya,terkejut saat ada air masuk kedalam kantornya.Para warga yang tidak tahu menahu tentang tsunami ini menjadi korban kekejaman seleksi alam.
Sesampainya dirumah Nenek,Ibu menangis tersedu-sedu saat membaca pesan terakhir Bapak.Ia menarikku kedalam pelukannya.Tragedi itu menjadi catatan paling kelam bagi kabupatenku karena memakan korban jiwa lebih dari 215 orang tewas dalam semalam termasuk para nelayan yang berada di tengah laut.12 Tahun kemudian,Ibu mengalami sakit keras yang membuatnya harus menggunakan kursi roda untuk bergerak.Ibu seolah kehilangan separuh semangat hidupnya setelah kejadian menyedihkan itu.
Aku belajar dari tragedi ini,bahwa kehilangan orang yang paling kita cintai dalam hidup adalah salah satu cobaan yang diberikan Tuhan pada kita.Kadang,orang terbaik dalam hidup kita hanyalah salah satu dari sebagian sumber kebahagian kita.Guruku pernah berkata:
“Janganlah mencintai sesuatu secara berlebihan.Karena cinta yang berlebihan itu dapat menjadi hal paling menyakitkan saat hal itu diambil kembali pada Yang Maha Kuasa.Cinta yang berlebihan juga hanya akan menjadikan kita sebagai ‘budak’ sesuatu yang kita cintai.Sehingga kita melakukan apapun deminya”