Cerpen Yofian Andika Pratama
(Disclaimer: Redaksi NGEWIYAK tidak mengubah/mengedit isi naskah lomba)
"Pagar yang membatasi hanyalah bayangan, cinta sejati adalah angin yang membebaskan, menerbangkan kita ke puncak haluan.”
~yafiswara
Di tepi pantai yang berkilau dimana ombak berbisik lembut kepada pasir, terdapat sebuah pagar laut terbuat dari kayu tua. Pagar itu berdiri kokoh seolah menjadi saksi bisu dari setiap cerita di dalamnya. Di balik pagar itu, terdapat sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh hutan hijau dan lautan biru yang tak berujung. Di sinilah simfoni cinta antara dua jiwa dimulai, di bawah langit jingga yang memancarkan kehangatan.
Di desa itu, hiduplah seorang gadis bernama Aluna. Ia adalah sosok ceria dengan senyumannya, mampu menghangatkan hati siapa pun yang melihatnya. Aluna sering menghabiskan waktu di tepi pantai, menatap ombak berkejaran, seolah mencari sesuatu yang hilang. Ia percaya bahwa di balik pagar laut itu, ada dunia yang lebih indah penuh dengan mimpi dan harapan.
Saat langit mulai memerah, Aluna melihat sosok seorang pemuda yang berdiri di dekat pagar laut. Pemuda itu bernama Rego, seorang pelukis yang datang dari kota. Ia terpesona oleh keindahan alam desa itu dan bertekad untuk menangkapnya dalam kanvas. Aluna mendekat dan tanpa sadar, mereka terlibat dalam percakapan yang hangat. Dari situlah, benih-benih cinta mulai tumbuh di antara mereka.
Namun, cinta mereka tidak semudah yang dibayangkan. Rego adalah seorang pelukis yang bercita-cita tinggi, sementara Aluna adalah gadis desa yang terikat oleh tradisi dan tanggung jawab. Keluarga Aluna mengharapkan dia untuk menikah dengan pemuda dari desa mereka, bukan dengan seorang pelukis yang datang dari kota. Aluna terjebak dalam dilema antara mengikuti kata hatinya atau memenuhi harapan keluarganya.
Konflik semakin memuncak ketika Rego mengajak Aluna untuk pergi bersamanya ke kota mengejar impian mereka. Aluna merasa terombang-ambing antara cinta dan tanggung jawab. Suatu malam, di bawah langit berbintang, mereka berdua duduk di tepi pantai, mendengarkan suara ombak yang berirama.
Rego memegang tangan Aluna dan berkata, "Cinta kita adalah simfoni yang indah, jangan biarkan pagar laut ini memisahkan kita."
Aluna menatap Rego dengan mata penuh harapan, tetapi hatinya dipenuhi keraguan. "Tapi Rego, aku tidak bisa meninggalkan keluargaku, mereka mengandalkanku," jawabnya dengan suara bergetar. Rego menghela napas, merasakan beratnya keputusan yang harus diambil Aluna. Mereka berdua tahu bahwa cinta mereka harus melewati ujian yang berat.
Hari-hari berlalu, dan Aluna semakin tertekan. Ia sering mengunjungi pagar laut menatap ke arah lautan yang luas seolah mencari jawaban atas kebingungannya. Saat langit jingga kembali menghiasi cakrawala, Aluna memutuskan untuk berbicara dengan keluarganya. Aluna ingin menjelaskan perasaannya kepada mereka dan berharap keluarganya bisa memahami cinta yang Aluna miliki untuk Rego.
Dengan hati berdebar, Aluna mengumpulkan keberanian untuk menghadap orang tuanya. Ia menceritakan tentang Rego, tentang cinta mereka yang tulus dan impian untuk mereka capai bersama. Namun, harapannya hancur ketika orang tuanya menolak mentah-mentah.
"Kau harus menikah dengan pemuda dari desa ini, Aluna. Itu adalah tradisi kita," kata ibunya dengan tegas.
Aluna merasa hatinya hancur, ia kembali ke tepi pantai. Dimana Rego menunggunya. Dengan air mata yang mengalir, Aluna menceritakan apa yang terjadi. Rego merangkul Aluna untuk berusaha menghibur.
"Kita tidak boleh menyerah, Aluna. Kita akan menemukan cara untuk bersama," ujarnya penuh keyakinan.
Malam itu mereka berdua berjanji untuk berjuang demi cinta mereka. Mereka mulai merencanakan masa depan, meskipun jalan yang harus dilalui penuh dengan rintangan. Rego memutuskan untuk melukis sebuah karya yang menggambarkan cinta mereka, sebuah lukisan yang akan menjadi simbol perjuangan mereka. Di sisi lain Aluna mulai mencari cara untuk meyakinkan keluarganya bahwa cinta sejatinya tidak bisa diabaikan.
***
Waktu berlalu dan lukisan Rego semakin mendekati penyelesaian. Ia menghabiskan berjam-jam di tepi pantai, menggambarkan setiap detail yang melambangkan cinta mereka. Setiap sapuan kuasnya adalah ungkapan perasaan yang mendalam, setiap warna yang dipilihnya adalah representasi dari harapan dan impian yang ingin mereka capai. Aluna sering datang untuk melihat proses lukisan itu, dan setiap kali Aluna melihat Rego berkarya, hatinya dipenuhi dengan rasa bangga dan cinta yang semakin mendalam. Namun, tantangan tidak berhenti di situ. Keluarga Aluna semakin curiga dengan kedekatan mereka.
Suatu hari, ibunya melihat Aluna pergi ke pantai dan memergoki Rego sedang melukis. Dengan amarah, ibunya menarik Aluna untuk segera pulang dan melarangnya bertemu dengan pemuda itu lagi.
"Kau harus melupakan dia, Aluna! Dia bukan untukmu!"
“Pria seperti dia tidak cocok untukmu, Aluna. Dia hanyalah seorang pelukis yang pendapatannya tidak pasti!” teriak ibunya, suaranya menggema.
Aluna merasa terjebak dalam jaring yang semakin mengikat. Ia tidak ingin mengecewakan orang tuanya, tetapi hatinya berteriak untuk Rego. Dalam keputusasaannya, ia kembali ke pagar laut, tempat di mana semua kenangan indah bersama Rego terukir. Di sana Aluna berdoa, memohon agar Tuhan memberikan petunjuk dan kekuatan untuk menghadapi semua ini.
Aluna memutuskan untuk menulis surat kepada Rego. Ia mengekspresikan semua perasaannya, betapa ia mencintainya dan betapa sulitnya situasi yang mereka hadapi. Aluna menuliskan harapan dan impian, di akhir surat ia menulis,
Keesokan harinya, Aluna menyelinap k"Aku akan berjuang untuk kita, Rego. Aku tidak akan membiarkan pagar laut ini memisahkan kita."
e pantai dan meninggalkan surat itu di bawah batu besar tempat Rego sering melukis. Ketika Rego menemukan surat itu, hatinya dipenuhi dengan semangat baru. Ia tahu bahwa Aluna adalah cinta sejatinya, dan tidak akan menyerah begitu saja. Dengan tekad yang membara, Rego memutuskan untuk mengadakan pameran lukisan di desa, berharap bisa menunjukkan kepada semua orang betapa indahnya cinta mereka.
Hari pameran tiba, dan seluruh desa berkumpul untuk melihat karya-karya Rego. Aluna berdiri di antara kerumunan, jantungnya berdebar-debar. Ketika Rego mempersembahkan lukisan terbesarnya semua orang terdiam. Lukisan itu menggambarkan Aluna di tepi pantai dikelilingi oleh ombak yang berkilau di bawah baskara jingga. Di bawah lukisan itu, tertulis sebuah kalimat, "Cinta tidak mengenal batas, dan tidak ada pagar yang bisa memisahkan dua hati yang saling mencintai."
Aluna meneteskan air mata yang mengalir di pipinya melihat betapa tulusnya Rego mencintainya dan betapa beraninya ia untuk memperjuangkan cinta mereka di hadapan semua khalayak. Setelah pameran selesai, Rego mencari Aluna di kerumunan. Ketika mereka bertemu, Rego meraih tangannya dan berkata,
"Aku tidak akan pernah menyerah padamu Aluna. Kita akan bersama, apapun yang terjadi."
Aluna tersenyum hatinya penuh dengan harapan. Namun, tantangan belum sepenuhnya berakhir. Keluarga Aluna masih menolak hubungan mereka, dan Aluna tahu bahwa ia harus berbicara lagi dengan orang tuanya. Dengan keberanian yang baru Aluna mengumpulkan semua anggota keluarganya dan mengajak mereka ke pantai tempat di mana semua cerita mereka dimulai.
Di tepi laut Aluna berbicara dengan penuh perasaan, ia menjelaskan betapa pentingnya cinta Rego baginya dan bagaimana cinta itu tidak hanya untuk dirinya sendiri. Melainkan juga untuk masa depan yang lebih baik, ia menunjukkan lukisan Rego yang menggambarkan cinta mereka dan perlahan hati keluarganya mulai melunak. Setelah mendengarkan penjelasan Aluna, ayahnya menghela nafas panjang.
"Aluna, kami hanya ingin yang terbaik untukmu. Jika Rego benar-benar mencintaimu dan kau bahagia bersamanya, maka kami akan mendukungmu," ujar ayahnya.
Air mata kebahagiaan mengalir di pipi Aluna, ia tahu bahwa perjuangannya tidak sia-sia. Akhirnya, Aluna dan Rego bisa bersama tanpa ada lagi pagar yang memisahkan mereka. Aluna dan Rego merayakan cinta di bawah langit jingga nan jelita, di tepi pantai yang menjadi saksi bisu dari perjalanan kisah kasihnya. Cinta mereka adalah simfoni yang indah, melodi yang mengalun.
***
Bertahun-tahun berlalu sejak Aluna dan Rego mengucapkan janji setia di tepi pantai nan berkilau. Pagar laut yang dulunya menjadi penghalang kini telah menjadi simbol cinta yang tak terpisahkan. Aluna dan Rego membangun kehidupan bersama, menggabungkan impian dan harapan mereka dalam satu kanvas yang indah.
Setiap sore, mereka kembali ke pantai, di mana langit jingga menyapa mereka dengan hangat. Mereka mengajarkan anak-anak mereka tentang cinta, keberanian, dan arti dari sebuah perjuangan serta impian untuk masa depan. Aluna sering bercerita tentang bagaimana mereka mengatasi rintangan demi rintangan, dan bagaimana cinta sejati mampu mengubah segalanya.
Pagar laut yang dulunya menandai batas kini menjadi tempat berkumpul, di mana tawa dan cerita mengalir bebas. Aluna dan Rego tahu bahwa cinta mereka adalah simfoni yang tak akan pernah pudar, melodi yang akan terus bergema di hati mereka dan generasi yang akan datang. Di bawah langit jingga, mereka menemukan kebahagiaan yang abadi, dan cinta mereka menjadi legenda yang diceritakan dari generasi ke generasi.