Friday, March 28, 2025

Puisi Terjemahan | Puisi- Puisi Philip Levine

Puisi Philip Levine (Penerjemah: Karst Mawardi)




Berapa Harga Bumi


Robek ke dalam cahaya, kau bangun menggeliat 

di telapak tangan seorang wanita. Terbagi menjadi dua, empat, 

terparut oleh angin, engkau tak lain kehidupan 

yang menggairahkan di sepanjang perut 

segumpal batu. Diam di kolam membeku

kaubilas surga dengan satu desahan.


Berapa harga bumi adalah satu manusia.

Sebidang tembok keji ambruk dan mawar-mawar 

bergegas dari giginya; pada genggaman

orang lapar itu, timun-timun melelapkan

hidup mereka lebih dalam, di bawah kuku-kukumu

samudra mengerang dalam ranjangnya.


Berapa harga bumi.

Padang es besar tergelincir 

dan pembuluh-pembuluh yang pecah dari satu bola mata

terkejut di bawah cahaya, satu tangan ditanamkan

dan kubur merekah naik 

dalam sinaran matahari dan bergerak di jalan-jalan.


Yang Tidak Diketahui


Los Angeles mendengungkan 

satu lagu kecil — 

truk-truk menyusuri 

jalan pesisir itu

menuju Monday Market 

sesak dengan wajah-wajah kecil

yang berkedip dalam gelap. 

Ibuku bermimpi 

dekat jendela terbuka.

Pada papan pengering piring itu

punuk-punuknya yang kelabu terpanggang

tidak tersentuh, oven itu

menggebrakkan rahang besinya,

tetapi ini sudah berakhir.

Di hadapannya pada meja itu

ditata bagi begitu banyak orang

gelas apinya

padam.

Foto-foto yang kekanak-kanakan itu, 

surat-surat dan kartu-kartu itu 

berhamburan pada akhirnya. 

Orang mati itu terbakar sendirian

menjelang fajar.


Kepal Tangan


Besi tumbuh di kegelapan, 

ia bermimpi sepanjang malam 

dan tak akan mampu. Setangkai bunga 

yang membenci Tuhan, seorang anak

mencabiknya, yang satu ini

tak akrab pada apa pun.

Jum’at, larut,

Detroit Transmission. Andai aku hidup 

selamanya, cahaya kabur pertama

dari fajar akan membanjiriku

di sungai-sungai kecil yang dingin

di utara Pontiac.

Tadinya lapang tetapi tidak lagi.

Kuncup amarah, sulur 

berbelit kehidupanku, di sini

pada pagi yang dipalsukan

diisi dengan apa pun -- air,

cahaya, darah -- kecuali yang mengenyangkan.


Namaku


Seorang anak melihat namaku melewati 

awan-awan merah muda yang bergerak perlahan 

ke arah matahari terbenam, dan ia berkata, 

“Philip Levine?” seolah-olah bagaimanapun 

ia semestinya mengenali nama itu atau 

maknanya, dan begitulah aku hidup pada hari lainnya 

tetapi hanya sebagai suara itu dan sehembus 

napas berbau susu coklat. Malam itu 

huruf-huruf kehilangan satu sama lain dalam gelap, 

dan tatkala hari baru menyingsing hanya 

terdapat huruf “L” dan “e” yang 

telah bersanding bersama, sekarang berputar-putar di atas 

Ontario mencari sepatah kata benda maskulin 

dalam bahasa Perancis. Kedua huruf “P” besar dan kecil 

telah turun di Sungai Detroit 

sebagai, yang hidup, aku tak pernah berpikir untuk melakukannya

dan tenggelam bagai roda-roda yang terberai berputar 

dan berputar tanpa gandar hingga mereka 

tiba untuk beristirahat di dasar yang sunyi 

di sebelah kacamata hitam Morgan Sang Bajak Laut 

yang berhiaskan permata dan hancur berkeping. Huruf “v” 

lain kisah, putus asa untuk penceritaannya.

Huruf “h” tak pernah gembira melakukan hal-hal begitu sedikit.

Tiga huruf “i”, setelah lelah menjadi 

bahkan sebagai bagian terkecil dari sesosok manusia, pergi

mencari tiga kaki baru. “l” kecil 

dan “e” lain saling meraba-raba satu sama lain 

bagai sepasang kekasih di dalam neraka dan bersama angin 

mengembuskan udara sarat belerang

dari Del Ray, Michigan, melalui jiwa mereka

mereka berada di neraka. Itu menyisakan hanya

satu “n”, yang pernah tinggal bersamaku 

dengan nyaman seolah-olah itu adalah “my nose”

atau untuk mengatakan “notorious” kepada dunia

yang lupa bahwa aku terlahir untuk membuat masalah.

"n" itu ada di sana sekarang, keras kepala dan setia,

melalap asap yang memualkan dari tempat-tempat pengolahan bir

dan menenggak cordial exotis yang bocor

dari seribu satu toko pelat kromium

yang menjadi tempat tinggalku. Segala hal dariku berjejal

dalam “n” kecil itu, ketakutanku, harapanku,

kenanganku yang gemerlap tentang hujan, air mata

yang tak pernah kupelajari untuk menyerah dan sedikit

yang menitik dengan sendirinya, bekas luka

pada bahuku, seluruh gigiku yang tanggal,

sendawa panjang yang kuwariskan pada setiap fajar,

segala hal dariku berimpit dalam satu huruf yang mengatakan 

“nothing” atau “nuts” atau “no one” atau “never”

atau “nobody gives a shit.” Tetapi mengatakannya 

dengan gaya seorang anak lelaki rajin yang belajar

bicara sambil mengisap sebatang sigaret atau mengorek

hidungnya tepat ketika prokantor melambung di hadapannya

ke sebuah surga dari kata-kata tanpa makna.



Salt dan Oil


Tiga lelaki muda dengan pakaian kerja yang kotor 

dalam perjalanan pulang atau menuju sebuah bar 

ketika pagi menjelang siang. Ini bukan 

sebuah foto, ini satu momen

dalam kehidupan sehari-hari di dunia,

satu momen yang akan berlalu menjadi

biografi yang tak ditulis

dari kotamu atau kotaku

kecuali jika momen itu membeku dalam cetakan halus

dari sepasang mata kita. Aku memutar kepala

untuk membaca koran pagi dan kehilangan

kata-kata. Aku pergi ke jalanan 

selama satu jam atau lebih, berjalan perlahan

bahkan untuk pria seusiaku. Aku membeli

sebuah apel tetapi tidak memakannya.

Wanita tua yang menjualnya berkata 

mengenai tekstur dan getirnya, ia

tertawa dan pembuluh-pembuluh pada pipinya nampak coklat.

Aku memandang ke sungai ketika waktu 

menolak untuk bergerak. Sementara itu ketiganya

mulai memudar, menyerahkan

nama-nama dan suara-suara mereka, aura dari

asap dan pelumas mereka, aroma anggur tajam mereka. 

Kita harus menamai salah satunya untuk mengabadikannya, 

kita akan menamainya Salt, si tinggi pirang 

yang sepasang pergelangan tangannya terluka, yang merahasiakan 

sesuatu, serapah atau air mata, dan mengibaskan 

rasa lelah, sepasang mata birunya 

membengkak karena tak dapat tidur, kata-katanya 

porak-poranda pada tandukan dari napasnya.

Kita dapat pergi ke katedral 

dari masa kecilnya dan menangkap kembali

suara-suara yang adalah miliknya, kita dapat 

merebut kembali dirinya dari ambang api,

tetapi kemudian kita akan kehilangan yang lainnya,

seseorang yang kita panggil Oil, karena Oil

tengah merenung di celah-celah sempit

antara masa lalu dan masa kini, Oil bertahan

dalam arsip-arsip jam yang terkunci.

Sepucuk surat darinya memproklamirkan, “Presidenku

yang Terhormat, saya lebih memilih tidak . . .”

Satu lengannya tersampir menutup punggung 

Salt, mulutnya lebar oleh tawa, 

rambut hitam mengaburkan dahi, 

ia ulurkan tangan kanannya, terbuka 

dan kotor untuk mengurus rantai berkarat, 

laher yang rekat pada as, sepasang tangan berparut 

dari orang tak dikenal, tiada yang 

tak dapat ia lakukan. Kedua orang ini bukan 

sepasang saudara, yang satu tinggi dan serius, 

berhidung panjang persis bangsa Slavia, bermata putih pudar, 

mulut yang terengah tersinggung oleh surat kabar 

lalu lintas, sedang yang satu lagi bersenang-senang 

bersama kami di waktu pagi menjelang siang ini 

di surga. Jika kau bertanya padanya, 

“Apakah kau meredakan air yang bergolak?” 

ia akan tersenyum dan menggoyangkan kepala tampannya, 

tidak yakin dengan maksud ucapanmu. Jika kau menanyakan 

sumber kegembiraannya ia akan mengangkat bahunya 

yang berisi dan menggulirkan sepasang matanya 

ke atas ke tempat di mana daun-daun berputar 

menerima angin, dan burung-burung kota berwarna kelabu 

bergegas terbang ke arah mangsanya, dan awan-awan pipih 

menuliskan wasiat-wasiat samar mereka 

di udara. Sesaat 

energi yang menjadikan diri mereka 

sebagaimana adanya memecahkan cahaya siang 

ke dalam sepasang mata kita, dan ketika kita melihat 

kembali mereka telah tiada dan nampak sunyi 

itu jalanan, bertukar hari menjadi 

malam, dan berlangsung musim gugur 

di ini tahun. “Lelaki ketiga,” 

kau bertanya, “siapa lelaki ketiga 

dalam foto itu?” Tidak ada 

foto, tidak ada misteri,

hanya Salt dan Oil

dalam kehidupan sehari-hari di seluruh dunia,

tiga lelaki muda dengan pakaian kerja yang kotor

dalam perjalanan mereka di bawah selingkar halo

dari awan-awan yang tercabik dan burung-burung kota yang amat lapar.

Ada asap dan pelumas, ada 

lelah milik pergelangan tangan, ada suara tawa,

ada huruf yang macet pada jam 

dan bau tajam buah apel, sungai 

melancar di sepanjang tepiannya, kini

lebih gelap tinimbang langit yang turun

untuk terakhir kalinya menyebarkan berlian-berliannya

ke dalam perairan hitam ini yang mengandung

hari yang telah berlalu, malam yang akan tiba.


______ 


Penulis

Philip Levine (lahir pada 10 Januari 1928 di Detroit, Michigan, A.S.—wafat pada 14 Februari 2015 di Fresno, California) adalah seorang penyair Amerika yang hidup di kalangan pekerja urban. Ia memenangkan banyak sekali penghargaan bergengsi dan menjadi U.S. poet laureate (2011–12). Dalam puisinya Levine mencoba untuk bicara mewakili mereka yang kecedasannya, emosinya, dan imajinasinya dibatasi oleh kondisi pekerjaan yang kasar dan membosankan. Puisi-puisinya menawarkan gambaran grafis tentang kota-kota yang kelabu, percakapan dan tindakan yang tak berarti, penghinaan halus, perampasan, dan keputusasaan. Levine menulis dalam bentuk sajak bebas dan dalam larik-larik dengan ritme yang bervariasi, dan bahasanya jelas. Kendati perhatian Levine pada kebrutalan kehidupan modern, ia juga menulis puisi tentang cinta dan sukacita. Dari banyaknya buku kumpulan puisi karyanya, antara lain: On the Edge (1963), They Feed They Lion (1972), Ashes (1979; pemenang National Book Award), dan A Walk with Tom Jefferson (1988). 


Penerjemah

Karst Mawardi, lahir di Banjarmasin pada 28 Juni 1999. Bekerja di salah satu sekolah dasar di Kota Banjarmasin. Di samping kesibukannya, ia juga melakukan studi untuk mempersiapkan naskah puisinya, Tendensi.



Sumber Teks Asli Puisi

1. Berapa Harga Bumi (How Much Earth) dari laman: https://www.poeticous.com/philip-levine/how-much-earth   

2. Yang Tidak Diketahui (The Unknowable) dari laman: https://www.best-poems.net/philip_levine/the_unknowable.html 

3. Kepal Tangan (Fist) dari laman: https://www.best-poems.net/philip_levine/fist.html 

4. Namaku (My Name) dari laman: https://www.poetryfoundation.org/poetrymagazine/browse?volume=134&issue=6&page=5

5. Salt dan Oil (Salt and Oil) dari laman: https://www.poeticous.com/philip-levine/salt-and-oil#google_vignette 


Sumber biodata 

Biodata penyair Levine  dikutip dan diterjemahkan dari: 

https://www.britannica.com/biography/Philip-Levine-American-poet 



Kirim naskah ke
redaksingewiyak@gmail.com