Friday, April 18, 2025

Cerpen Latatu Nandemar | Lelaki yang Mudah Jatuh Cinta dan Perempuan yang Menghunus Dendam

Cerpen Latatu Nandemar 




Andai saja di dunia ini ada obat untuk menyembuhkan penyakit mudah jatuh cinta, maka Subarkah adalah salah satu orang yang sangat membutuhkannya.


Lelaki yang telah memiliki istri dan dua anak itu memang sosok yang memiliki kebutuhan tinggi untuk selalu bisa dekat dengan perempuan yang berbeda-beda. Bahkan hanya dengan pertemuan yang sangat sederhana pun, jantungnya akan berdegup memberikan sinyal cinta.


Ketika bertemu di bus, di sebuah toko, di trotoar. Ya, hanya berpapasan di atas trotoar pun, dia akan jatuh cinta pada wanita yang dilihatnya. Istrinya menyebutnya mata keranjang, tetapi Subarkah lebih suka disebut lelaki dengan limpahan cinta.


Padahal, ketika dia sudah melabuhkan hatinya pada istrinya itu, dia sempat mengucapkan janji pada dirinya sendiri untuk menghentikan sifat buruknya itu, tetapi ternyata dia ingkar terhadap janji yang pernah dia ikrarkan itu.


Istrinya sudah lelah dengan kelakuan suaminya itu. Dan lama kelamaan istrinya semakin tak peduli. Kini dia hanya menyibukkan diri dengan hal-hal yang hanya berkaitan dengan kebahagiaan dirinya dan dua anaknya saja.


Bahkan, ketika baru tujuh bulan usia pernikahan mereka, Subarkah sudah berkhianat. Setiap hari dia selalu pulang ketika malam mendekati pagi. Subarkah selalu mengendap-endap untuk masuk ke kamar di mana istrinya tengah terlelap. Atau tepatnya pura-pura terlelap. 


Awalnya istrinya mencoba bijak dengan berpikir, mungkin ada kesalahan pada dirinya sehingga suaminya seperti itu. “Apa pun yang dia dapatkan, dengan siapa pun dia melakukannya, pasti dia tidak  mendapatkannya dariku.” Dia mencoba bijak kala itu. 


Tetapi, seiring waktu, sikap bijak istrinya itu berubah menjadi sebuah kekesalan dan akhirnya bermuara pada sebuah penyesalan. “Mengapa harus aku punya suami seperti itu.” Hatinya sempat selalu menyesali takdirnya.


Hari ini, hari yang jatuh pada sebuah Sabtu, hati Subarkah kembali menggebu setelah sebelumnya, ketika dia akan pergi menuju rumah seorang teman, di mana saat itu dia sempat mengomentari sebuah tayangan berita kriminal yang tengah ditonton oleh istrinya di ruang tengah.


“Pelakunya pastilah seorang pria yang tidak memiliki perkakas kejantanan, sehingga dia melakukan itu,” ucap Subarkah ketika berita menginformasikan tentang kasus pembunuhan yang sudah tiga kali terjadi dengan keadaan korban yang selalu sama, yaitu kemaluannya hilang diputus benda tajam.


“Bagaimana kau begitu yakin kalau pelakunya adalah laki-laki? Bisa jadi pelakunya adalah seorang perempuan yang terlalu sering dikhianati, sehingga dia dendam terhadap setiap lelaki yang berbuat selingkuh!” istrinya menimpali dengan kata-kata yang sengaja dibuat menohok.


“Seorang perempuan tak akan mungkin bisa berbuat seperti itu terhadap laki-laki, perempuan lebih lemah daripada laki-laki,” Subarkah membalas istrinya dengan nada tersinggung dan ingin lekas pergi.


“Tapi perempuan bisa lebih baik dalam urusan mencari dan memanfaatkan kelemahan laki-laki.” istrinya menimpali tanpa melepaskan pandangannya sedikit pun dari berita televisi itu. Dan kemudian Subarkah pergi membawa kekalahan.


Subarkah melanjutkan rencananya untuk menemui temannya. Namun, sesampainya di jalan yang kiri-kanannya berjajar ruko-ruko, ketika dia seharusnya mengambil jalan lurus dengan motornya, ada seorang wanita yang berjalan menuju sebuah apotek dan itu membuat Subarkah berbelok arah tanpa dia pernah menyadari bahwa hari ini dia akan berbelok arah untuk selamanya.


Langkah wanita itu anggun selayaknya angsa putih yang mengapung di tengah tenangnya telaga. Terlalu elok untuk diabaikan. 


Perempuan itu masuk setelah sebelumnya membuka pintu kaca apotek tersebut. Subarkah memarkirkan motornya dan mengikuti langkah wanita tersebut. Hanya mereka berdua ditambah satu orang apoteker yang melayani di sana.


“Kenapa membeli obat tidur begitu banyak? Apakah Anda sangat kesulitan untuk tidur?” Subarkah membuka percakapan kepada si perempuan setelah mendengar percakapan antara perempuan tersebut dengan petugas kasir dan melihat apa yang dia dapatkan dari kasir yang berada di balik kaca pembatas itu.


“Tidur memang sesuatu yang mahal, bukan?” perempuan dengan rambut panjang sebahu itu menjawab. Jelas sekali dia sosok yang tidak memiliki masalah dalam urusan mengolah kata, bahkan dengan orang yang baru ditemui sekalipun.

 

“Jadi, apa yang membuat Anda tidak lelap ketika malam hari?” Subarkah merasa dibukakan pintu sehingga kembali melanjutkan pertanyaan.


“Kesepian,” perempuan itu menjawab. Jawabannya semakin membuat lelaki dengan dua anak itu melayang mabuk.


“Kalau hanya kesepian, tak harus obat tidur. Carilah orang yang bisa menemani Anda.”


“Saya tidak biasa dengan sapaan ‘Anda’, rasanya terlalu kaku. Panggil saja nama saya! Tapi saya tidak pernah memberitahukan nama saya kecuali itu di rumah saya saja.” Perempuan itu benar-benar seorang penakluk. 


“Kalau begitu, mari saya antarkan pulang.” Subarkah menawarkan diri, dan perempuan itu mengangguk dengan anggun dan juga disertai senyuman yang tak mungkin bisa untuk dilupakan oleh siapa pun.


Mereka pergi keluar. Perempuan itu bahkan tidak bertanya kepada Subarkah, mengapa dia tidak membeli satu pun obat, padahal dia memasuki apotek. Perempuan itu sepertinya memang sadar bahwa dia adalah tujuan mengapa Subarkah memasuki apotek itu. 


Perjalanan penuh dengan kelokan. Wanita itu tetap sopan dengan menjaga jaraknya, dan itu membuat Subarkah semakin menyukai perempuan anggun itu.


Pada sebuah rumah dengan lingkungan yang sepi, mereka tiba. Mereka memasuki rumah dengan ukuran sedang tersebut.


“Jadi siapa nama Anda?” Subarkah langsung bertanya setelah mereka duduk di kursi ruang tamu.


“Kita minum dulu, tunggu sebentar.” Perempuan itu meninggalkan Subarkah di ruang duduk menuju dapur tanpa bertanya pada Subarkah ingin meminum apa.


Perempuan itu sudah tahu secara pasti, apa pun yang dia berikan, pasti akan habis tandas tanpa sisa. Bahkan racun sekalipun. Karena dia tahu, Subarkah sudah jatuh cinta kepadanya.


“Jadi, siapa nama Anda?” Subarkah kembali menagih janji tentang nama perempuan yang baru ditemuinya itu ketika perempuan itu kembali ke ruang duduk membawa sebuah cangkir yang belum diketahui oleh Subarkah apa isinya.


“Setiap lelaki pastinya tidak keberatan dengan rasa pahit, bukan? Saya tadi lupa membeli gula.” Perempuan itu seolah tak mendengar pertanyaan tadi.


“Oh, tidak, sama sekali tidak. Saya tidak pernah keberatan dengan rasa pahit,” Subarkah menjawab bersamaan dengan diletakkannya cangkir tersebut yang baru dia tahu ternyata cangkir itu berisi air teh.


“Minumlah! Tidak terlalu panas, sangat ramah untuk lidah.” Perempuan itu mempersilakan. Dengan patuh Subarkah menyeruput teh tersebut. Pahitnya begitu kuat. Sepertinya bukan pahit yang berasal dari daun teh. Tapi Subarkah diam saja.


“Habiskanlah!” Perempuan itu meminta dan Subarkah kembali patuh. Tak lama, selang beberapa menit, Subarkah seperti akan terkulai jatuh. Dia diserang kantuk yang belum pernah sehebat ini sebelumnya.


Dan pada detik-detik menuju ketidaksadaran secara utuh, Subarkah melihat perempuan itu memegang sebilah pisau tajam dan melepas celana yang tengah dia kenakan.


Kemudian ingatannya melayang pada ucapan istrinya tadi, “perempuan sangat ahli dalam mencari dan memanfaatkan kelemahan laki-laki.” Dan lelaki yang mudah jatuh cinta itu terkulai tak sadarkan diri.


______

Penulis


Latatu Nandemar, pengajar di sebuah sekolah yang lebih suka mengolah kata daripada mengolah data.

NO WA: 087741098916