Friday, April 25, 2025

Cerpen Rusmin Sopian | Buk Geriul

Cerpen Rusmin Sopian 



Buk Geriul adalah julukan khas di Kampung Kami kepada seseorang yang tidak konsisten. Sebuah julukan berkonotasi buruk dari warga Kampung Kami. Julukan bernada hinaan itu diberikan kepada orang atau warga Kampung Kami yang di mulut berkata lain, bertindak lain pula. 


Intinya, antara omongan dengan tindakannya tidak harmoni. Tidak seirama. Ibarat mengendarai kendaraan roda dua, beri kode sign ke kiri, beloknya ke kanan.


Entah kapan persisnya, julukan Buk Geriul itu disematkan kepada warga Kampung Kami yang berperilaku tidak konsisten itu. Purnama tidak menjelaskan. Demikian pula dengan rembulan malam. Apalagi semesta raya yang terlalu sibuk dengan keriuhan kehidupan. 


Menurut cerita dari mulut ke mulut para warga Kampung Kami, julukan Buk Geriul itu disematkan kepada Kewi yang pernah menakhodai Kampung Kami saat lelaki itu menjadi pemimpin Kampung Kami. 


Masih menurut cerita lisan yang beredar dari mulut ke mulut di Kampung Kami, julukan Buk Geriul kepada Kewi berawal, saat Kampung Kami akan mengadakan pesta demokrasi pemilihan Kepala Desa. Warga kebanyakan di Kampung Kami sangat kesal dengan perilaku Pak Kades yang mereka pilih pada pesta demokrasi Kampung Kami yang lalu, yang dianggap mulai meninggalkan harapan para warga. Menjauhkan asa warga yang menitipkan amanah pada dirinya sebagai seorang pemimpin.


Pak Kades sibuk dengan proyek pencitraannya. Menebar pesona ke sana kemari. Sementara kondisi Kampung Kami kocar kacir. Infrastruktur jalan rusak. Bangunan sekolah banyak yang tidak layak untuk rumah pengetahuan bagi pewaris masa depan Kampung Kami. Dan sederet masalah lainnya yang menurut warga Kampung Kami tidak sesuai visi-misi saat Pak Kades berkampanye dulu. Warga Kampung Kami menganggap Pak Kades sekarang tidak layak untuk meneruskan amanah dari para warga Kampung Kami.


Di saat warga Kampung Kami kesusahan mencari figur yang layak untuk memimpin dan menerima mandat sebagai Kepala Desa Kampung Kami dalam Pilkades yang akan digelar beberapa bulan ke depan, nama Kewi yang baru pulang ke Kampung Kami menjadi pilihan. Digadang-gadang sebagai calon pengganti Pak Kades sekarang.


Kewi memang belum lama pulang ke Kampung Kami. Masih dalam hitungan minggu. Kepulangan Kewi ke Kampung Kami melahirkan sejuta asa pada warga Kampung Kami yang merindukan pemimpin yang mengayomi semua warga. Ada harapan baru untuk kebermajuan Kampung Kami dan kehidupan sehari-hari warga penghuni Kampung.


Warga berharap kepulangan Kewi ke Kampung Kami akan memberikan secercah harapan indah untuk kehidupan warga dan kemajuan Kampung Kami. Tidak heran bila kepulangannya disambut dengan hangat dan suara kegembiraan dari warga. Pilkades pun sudah di depan mata. Kewi menurut para warga Kampung Kami, selain sudah lama tinggal di Kota dengan segudang pengalaman, Kewi adalah orang pertama di Kampung Kami yang meraih gelar sarjana.


"Dia orang pertama di Kampung kita ini yang meraih gelar sarjana," ungkap seorang warga yang mengaku kawan kecil Kewi.


"Lagi pula pengalamannya bekerja di Kota akan berguna sebagai bekal dia dalam memimpin Kampung kita ini," sambung warga yang lainnya.


Akhirnya, saat purnama menyirami semesta raya dengan keindahan cahayanya, perwakilan warga Kampung mendatangi Kewi yang belum lama kembali menetap di Kampung Kami. Kewi awalnya menolak. Sejuta alasan dia kemukakan kepada perwakilan warga yang terdiri dari tokoh agama, masyarakat dan pemuda.


"Apakah pantas saya yang bertubuh kurus kerempeng begini jadi pemimpin di Kampung kita ini?" elak Kewi sambil tertawa.


"Pemimpin itu bukan dilihat dari postur tubuhnya. Tapi dari niat hatinya untuk mengabdi kepada warga,'' ujar Pak Penghulu yang diamini para warga Kampung Kami yang hadir.


Akhirnya, usai beberapa kali pertemuan, Kewi setuju untuk dicalonkan sebagai pemimpin Kampung.


"Setelah berkonsultasi dengan istri dan anak serta keluarga besar di sini, saya bersedia menerima tawaran para warga sekalian. Ini tugas yang amat mulia dari saudara sekalian," jawab Kewi di depan perwakilan warga Kampung Kami.


"Alhamdulillah," koor para Kampung Kami mendengar jawaban Kewi.


"Ini momentum saya untuk berbakti kepada Kampung kita ini, tempat saya dilahirkan dan dibesarkan sebelum ajal menjemput saya," janji Kewi dengan suara tegas.


Para perwakilan warga Kampung Kami pun bertepuk tangan. Semua warga Kampung Kami bergembira mendengar niat Kewi. Dan seperti yang kita ketahui bersama, Kewi akhirnya mampu menaklukkan Pak Kades inkumben dengan mudah.  Dukungan dari segenap elemen Kampung Kami membuat Kewi  melenggang sebagai Pemimpin Kampung Kami yang baru. Tentunya dengan diiringi sejuta harapan yang diimpikan oleh warga Kampung Kami.


"Insya Allah, dengan tampilnya Kewi sebagai Pak Kades baru kita, Insya Allah harapan kita semua untuk menjadikan Kampung ini berkemajuan akan terwujud," ucap Pak Ketua Masjid yang diamini para jemaah Masjid dan warga Kampung.


Dalam satu dua tahun kepemimpinan Kewi yang selalu tertawa itu, mulai mewujudkan impian para warga Kampung Kami. Jalan mulai dibangun. Bangunan sekolah yang rusak direhabilitasi. Prasarana umum dibangun. Puskesmas dibangun. Intinya, selama dua tahun kepemimpinan Kewi,  apa yang diimpikan para warga mulai terwujud secara perlahan. 


"Alhamdulillah, Pak Kades pilihan kita mulai mewujudkan impian kita sebagai warga Kampung," ungkap seorang warga Kampung Kami saat mereka berkumpul di warung kopi.


"Mulai terlihat wajah pembangunan di Kampung kita," puji warga yang lainnya.


Kewi pun rajin berkunjung ke dusun-dusun yang ada di Kampung Kami. Memeriksa sarana dan prasarana pembangunan. Mengecek kondisi masyarakat sembari membagikan sembako untuk masyarakat. Berdialog langsung dengan para warga Kampung Kami. Mendengar keluh kesah warga. 


Tak heran bila Kewi sebagai pemimpin dicintai oleh warga Kampung Kami. Di puji setinggi langit oleh penduduk Kampung Kami. Dielu-elukan bak dewa penyelamat. Bahkan menurut penuturan para warga Kampung Kami, Kewi yang kini di panggil Pak Pemimpin itu rela masuk ke dalam WC umum.


"Baru kali ini, ada pemimpin Kampung Kita yang masuk dalam WC umum," puji seorang warga.


"Kita tidak salah pilih," sambung warga yang lainnya saat mereka sedang berkumpul di Pos ronda. Para warga yang hadir menganggukkan kepala mereka sebagai tanda setuju. 


Di tengah kehidupan Kampung Kami yang damai penuh kebermajuan, malapetaka muncul di saat masa kepemimpinan Kewi akan berakhir. Ada desas-desus yang berkembang di area publik Kampung Kami, bahwa Kewi ingin memperpanjang masa kepemimpinannya sebagai Kades hingga seumur hidup. Hal ini terlihat dari berbagai manuver yang dilakukan orang-orang terdekatnya. Loyalis Kewi melakukan gerakan pencanangan Kades seumur hidup.


"Semenjak dipimpin Pak Kewi, Kampung kita maju pesat," papar loyalis Kewi dalam setiap pertemuan dengan elemen masyarakat.


"Benar sekali, kawan. Di era Pak Kewi, sembako untuk masyarakat lancar. Demikian pula dengan bansos. Sangat lancar," sambung loyalis Kewi.


"Maksudnya?" tanya seorang warga.


"Apa salahnya kita warga Kampung ini memberikan kesempatan kepada Pak Kades Kewi untuk memimpin terus menerus tanpa periode," ungkap Loyalis Kewi.


"Apakah tidak melanggar aturan?" selidik seorang warga yang mulai paham kemana pembicaraan.


"Sama sekali tidak, Bung. Apa yang tidak bisa kita rubah di Kampung kita ini," jawab Loyalis Kewi.


Gerakan senyap yang dilakukan loyalis Kewi mulai tercium warga Kampung Kami. Gerakan sepi bermuatan syahwat kekuasaan dari loyalis Kewi menebarkan aroma busuk dalam kehidupan sehari-hari warga Kampung Kami.


Mendapat informasi bahwa Kewi ingin meneruskan masa jabatannya tanpa henti, membuat gejolak dalam kehidupan sehari-hari warga. Para elemen pembangunan Kampung Kami menolak. Semua warga yang berkehidupan di Kampung Kami dengan tegas menolak masa perpanjangan kepemimpinan di Kampung Kami yang dianggap warga Kampung Kami tidak lazim.


"Sesuai aturan kepemimpinan di Kampung ini, ada masanya. Ada  periodenya. Tidak bisa seumur hidup," ujar Pak Penghulu dengan suara berapi-api.


"Betul sekali. Itu aturan yang harus kita patuhi bersama," sambung warga yang lainnya saat mereka rapat di rumah Pak Ketua Masjid.


Akhirnya, rapat para warga memutuskan untuk menolak masa perpanjangan masa kepemimpinan Kewi. Penolakan warga terhadap gagasan perpanjangan masa kepemimpinannya sampai ke telinganya. Membuat Kewi gusar. Kembali, lewat orang-orang kepercayaannya, dia melakukan aksi lobi ke sana kemari. Menemui tokoh-tokoh masyarakat yang berpengaruh di Kampung Kami. Intinya meminta dukungan untuk keberlanjutan kepemimpinannya. Tentunya dengan senjata kompensasi dan iming-iming harta dan tahta sebagai penggoda. 


Ada tokoh masyarakat yang dijanjikan uang. Ada pula yang diberikan angin surga menjadi pejabat di Kantor Desa. Di area publik, mulai dari acara sunatan warga, acara pernikahan hingga acara keramaian lainnya, Kewi  menampik bahwa dirinya ingin memperpanjang masa kepemimpinannya.


"Kalau ada yang bicara saya ingin memperpanjang masa kepemimpinan saya, sama saja dengan mempermalukan saya. Menampar muka saya. Saya tahu aturan. Saya paham aturan. Dan saya pemimpin yang taat aturan," ungkapnya dengan nada suara tegas dan muka serius.


Di belakang punggung warga, Kewi kasak kusuk meminta orang-orang terdekatnya untuk memperpanjang masa kepemimpinannya. Ketidakpuasan warga terhadap syahwat kekuasaan Kewi mulai memerahkan langit. Menghitamkan semesta. Melahirkan amarah bahkan kekecewaan yang teramat dalam bagi masyarakat. Ada rasa sesal dalam nurani warga Kampung Kami.


Apalagi narasi yang disampaikannya kepada publik sungguh berbeda dengan apa yang dilakukannya. Narasi yang disampaikannya kepada publik dianggap tidak konsisten. Bahkan bertentangan dengan realita yang ada dalam kehidupan warga dan yang dirasakan masyarakat. Tak heran bila menjelang masa kepemimpinannya berakhir, panggilan Buk Geriul disematkan warga kepada dirinya.


"Namanya juga Buk Geriul. Masa kalian mau mendengarkan omongan orang ngawur. Masih percaya dengan narasi Buk Geriul?" jelas seorang warga Kampung Kami yang diiringi tawa para warga Kampung Kami yang sedang berkumpul di sebuah warung kopi di ujung Kampung Kami.


"Bagaimana kalau mulai sekarang, kita berikan beliau dengan julukan Buk Geriul?" usul seorang warga yang memakai kaos perusahaan cat.


"Setuju... setuju...," teriak para warga dengan narasi yang amat kencang. Bak suara penyanyi rock yang sedang menyanyikan nada-nada tinggi di atas panggung konser musik. Meramaikan alam.


Usai purna tugas sebagai pemimpin Kampung Kami, julukan Buk Geriul melekat dalam dirinya. Julukan Buk Geriul dialamatkan publik Kampung Kami kepada dirinya. Semua orang di Kampung Kami menyapa Kewi dengan julukan Buk Geriul. Anak-anak kecil di Kampung Kami pun selalu menyapa Kewi  dengan julukan Buk Geriul saat bertemu dengan Kewi yang dulunya pernah memimpin Kampung Kami.


Buk Geriul...!


Buk Geriul...!


Buk Geriul...!


Toboali, April 2025


______

Penulis 


Rusmin Sopian adalah Ketua Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB) Kabupaten Bangka Selatan. Cerpennya termuat di berbagai media massa lokal dan nasional. Buku cerpannya Mereka Bilang Ayahku Koruptor. Ia tinggal di Toboali bersama Istri dan dua putrinya yang cantik.


Kirim naskah ke

redaksingewiyak@gmail.com


This Is The Newest Post