Puisi Rudly Abit Ikhsani
Pengabdian
Bersiaplah kawan, di garis pengabdian tanpa tanda jasa,
Di mana lelah hanya jadi cerita yang sirna di senja.
Tak pernah terpikir bagaimana hidup berlanjut,
Namun, hati tetap teguh meski hak sering luput.
Memang kami berseragam biasa, bukan penguasa,
Tapi tuduhan itu datang tanpa rasa.
Kami mendidik tapi dianggap menganiaya,
Apakah kami harus tunduk kepada mereka
Hanya ingin mendisplinkan malah menjadi narapidana
Kami tak berpangkat, dengan upah yang keramat,
Dengan tugas tugas yang diluar akal sehat
Kami duduk di kursi tapi bukan pejabat, bukan juga seorang konglomerat
Kami hanya mengubah menjadi seorang yang hebat
Terkadang lelah menyiksa dan suara hati meronta,
Kami tetap berdiri, meski tanpa balas jasa.
Kami adalah cahaya di lorong gelap penuh asa
Selayar Pendidikan
Seperti berlayar di samudera
Semilir angin mendorong dengan penuh asa
Menuju pulau yang kebahagiaan
Walau badai kadang menggoyahkan harapan
Kendali kapal ada di nahkoda,
Sesat dijalan itu salah mereka.
Angin hanya membawa,
Semua tergantung penguasa.
Hanya ada dua pilihan
Kendalikan kapal menuju yang dimimpikan
Atau harus pupus harapan
Ajar
Jika menulis adalah bekerja untuk keabadian,
Maka mengajar adalah bekerja untuk keabadian.
Tak tertulis dalam deretan nama pahlawan,
Tetapi kami ajarkan agar tercipta sebuah tulisan.
Menjadi cahaya yang tak pernah padam
Untuk menyambung lentera bangsa.
Menembus dalam kegelapan,
Bahkan malam pun tak sanggup meraba.
Suara yang tak pernah kering, bak sungai Nil
Mengalir hingga ke samudera pikiran.
Bahkan debu kapur pun ikut bersenandung
Menyanyikan lagu tentang masa depan
Aksara Nusantara
Aku ingin huruf-huruf ini menjadi jembatan
Menghubungkan bukit-bukit mimpi yang terpisah
Agar anak-anak di pelosok bisa menuliskan langit
Dengan kapur yang tak pernah habis diguyur hujan
Bahkan Laut pun Kamaru hitungan perahu kata-kata
Sebab pendidikan adalah mercusuar abadi
Yang tak pernah padam oleh gelombang zaman
Tetapi akan semakin terang oleh nafsu belajar.
Setiap titik dan koma yang diukir
Akan menjadi bibit pohon pohon pengetahuan
Yang akar akarnya merembet hingga ke desa dan kota
Menyatukan Nusantara untuk kemajuan bangsa
Surat Untukmu
Bu, tahukah engkau?
Ketika kau menulis dipapan tulis
Kau tak hanya menorehkan kapur
Tapi juga menyalakan lilin di kepala kami
Pak, tahukah engkau?
Setiap coretan yang kau berikan dibukuku
Bukan hanya sekedar coretan
Tetapi sebagai peta menuju diri yang utuh
Engkau bak pelukis hebat
Menorehkan warna di antara hitam putihnya keraguan
Tak ada kata yang cukup membalas.
Kecuali ucapan terima kasih
________
Penulis
Rudly Abit Ikhsani, seorang penulis yang ingin abadi dengan tulisannya. Lahir dan besar di daerah yang dikenal dengan Kota Batik yaitu Pekalongan. Saat ini sedang menempuh pendidikan di Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan.
Kirim naskah ke
redaksingewiyak@gmail.com