Friday, April 18, 2025

Puisi-Puisi Surya Gemilang

Puisi Surya Gemilang




 4.695135, 96.749397.


keimanan sebatas padi

merunduk pasrah

dan berhalusinasi: sebongkah gereja

menjelma burung-burung

dan para petani sedang hibernasi

memeluk boneka sawah di ranjang


(Jakarta, Oktober 2023)



Waktu di Suatu Tempat yang Jauh


di sana, waktu

tidak bersayap tidak berkaki

dan tangan-tangan ajaib

membuatnya, tiba-tiba, tiba

pada kejauhan

tak terangkul mimpi siapa pun


di sana, waktu

tak lain sebatang pohon es

dalam tubuhnya membeku tubuh-utuh mereka

yang bertahun-tahun lalu menjadi abu

dan waktu, tetap pada tempatnya,

menyebar akar-akar es berduri


di sana, di kepalaku

lalu menyebar ke sekujur tubuh

mengisap darahku

dan menyeruak keluar dari kulit

memancang tubuhku ke tanah

yang perlahan ditinggalkan

cahaya


(Jakarta, Oktober 2023)



Seorang Aktivis Setelah Lulus Kuliah


ia kembali ke rahim, kali ini terbuat dari uang

dan terlahir kembali dengan sayap dari uang

dan satu kesadaran berbunga di hati kecilnya:


terbang dengan uang

adalah adegan sureal paling realis

sebab palu dan arit terlalu berat untuk menerbangkanmu

sebab bintang-bintang tinggal bendera

yang tak menerbangkanmu ke mana pun


ia hinggap di awan terendah: tak cukup tinggi

dan ia hinggap di awan yang lebih tinggi: tak cukup tinggi

lalu bunyi segumpal awan bocor

menyentuh kupingnya

membuat satu dugaan berbunga di hati kecilnya

yang memerah di akhir hari yang merah:


membangun ulang awan-awan

dari uang

adalah adegan sureal yang mungkin realis


(Jakarta, Oktober 2023)



Ocehan Sebelum Kau Pergi


langit tidak membutuhkan bintang-bintang

untuk menjadi langit

ia hanya langit yang menyedihkan

bagi beberapa orang

dan hanya langit

bagi yang lain


sekarang, apa kau masih menunggu

bintang-bintang

untuk mengepakkan sayapmu

untuk meninggalkan rumahmu?


toh, bintang-bintang

tak akan menyelamatkanmu


tidak semua orang mesti percaya

pada kata-kata pahlawan nasional itu:

bintang-bintang tak pernah menangkapnya

ketika ia terjatuh

dari ketinggian

karena lemparan bot

seorang tentara


(Jakarta, Oktober 2023)



Pelawak


aku berbakat menjadi pelawak

kata mama

itulah kenapa mereka menertawakanku

bahkan ketika aku tidak melucu

bahkan ketika dahiku berdarah


tidak semua orang sepandai aku

membuat orang lain tertawa

kata mama

itulah kenapa mereka tak pernah meninggalkanku

bahkan ketika aku ingin menyendiri

bahkan ketika aku membenturkan dahi ke dinding


“apa kau pernah lihat papa

membuat orang lain tertawa?

ia hanya pandai membuat mama menangis.

itulah kenapa kau istimewa.”


aku berbakat menjadi pelawak

dan aku boleh berbangga


tawa adalah mata uang

kata mama

dan aku tak perlu bekerja

untuk menghasilkan tawa


kalau kupikir baik-baik

dari perkataan mereka

inilah hal-hal yang membuatku berbakat

menjadi pelawak:


1) mata yang juling

2) bibir yang sumbing

3) nilai pelajaran yang semakin rendah

dan semakin rendah

seolah dari bukit habis terguling


aku hebat karena aku pelawak

tapi

saat menonton para pelawak di tv

aku sadar ada satu lagi mata uang

yang kurang: tepuk tangan


aku harus belajar lebih banyak

untuk membuat mereka

bertepuk tangan padaku

selain tertawa


(Jakarta, Oktober 2023)



Nama Belakang


pisau berlapis emas

menancap di punggung

nama depanku: titik-titik darah

mengarah ke mana pun ia melangkah.


sekali waktu kubawa nama depanku ke rumah

sakit, dan dokter berkata, “terlalu susah

untuk melepasnya. terlalu berisiko.”


belasan tahun nama depanku

terus meringis terus menangis

karena pisau menancap

dan di ulang tahun kami yang ke-17

nama depanku berkata:


“lepaskanlah. apa pun risikonya.”


aku menurut

dan mudah saja

kubuang pisau itu ke tong sampah

di sudut kamar.


tapi, darah mengucur deras

dari lubang di punggung

nama depanku.


“tidurlah,” katanya.

“tubuhku jauh lebih ringan sekarang.”


kami pun tidur berpelukan, aku dan nama depanku.

kasur cepat menyerap darah tapi kami tak peduli.

beberapa jam kemudian: kami terbangun,


kami mengambang di permukaan kolam darah

yang menenggelamkan seisi kamar.


karena jendela dalam jangkauan kaki

aku menendangnya hingga pecah

dan aku

dan nama depanku

dan isi-isian kamarku

terhanyut keluar

terhanyut terpencar.


itulah hari terakhirku

melihat nama depanku, nama asliku

dan pisau belapis emasku.


(Jakarta, Oktober 2023)



Nama Belakang, 2


nama belakang, gelas kaca

berisi nyawaku

yang hantu-hantu leluhur letakkan

di punggungku

sejak aku hendak belajar berjalan


(Jakarta, Oktober 2023)


______

Penulis


Surya Gemilang, lahir di Denpasar, 21 Maret 1998. Ia telah lulus dari Fakultas Film dan Televisi, Institut Kesenian Jakarta. Buku-bukunya antara lain: Mengejar Bintang Jatuh (kumpulan cerpen, 2015), Cara Mencintai Monster (kumpulan puisi, 2017), Mencicipi Kematian (kumpulan puisi, 2018), Mencari Kepala untuk Ibu (kumpulan cerpen, 2019), Icy Molly & I (novel, 2022), dan Mama Menelepon dari Neraka (kumpulan cerpen, 2023). Cerpennya masuk nominasi Cerpen Terbaik Pilihan Kompas 2022. Karya-karya tulisnya yang lain dapat dijumpai di lebih dari sepuluh antologi bersama dan sejumlah media massa, seperti: Kompas, Koran Tempo, Jawa Pos, Media Indonesia, Bacapetra.co, Basabasi.co, dan lain-lain.


Kirim naskah ke
redaksingewiyak@gmail.com